KEBANYAKAN ULAMA TERDAHULU KUAT HAFALANNYA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Seseorang yang kuat hafalannya
tentulah sangat beruntung karena akan memudahkan baginya dalam belajar dan
menguasai ilmu. Ini adalah karunia Allah yang Dia lebihkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Kita tahu bahwa sangatlah banyak
ulama ulama salaf seperti Imam asy Syafi’i dan Imam al Bukhari dan lainnya
memiliki kecerdasan yang tinggi dan hafalannya sangatlah kuat.
Dalam Kitabnya al Bidayah wa Nihayah,
Imam Ibnu Katsir menceritakan bahwa : Ketika Imam ad-Daruquthni masih remaja,
dia pernah hadir di majelis gurunya yaitu Syaikh Isma’il ash-Shaffar yang tengah meng-imla’ (mendiktekan) hadits kepada
murid-muridnya. Namun ad-Daruquthni malah
menyalin kitab hadits lainnya dan seolah olah tidak mendengarkan imla’ dari gurunya.
Lalu
sebagian hadirin menegurnya : Kamu tidak bisa mendengar imla’ Syaikh secara baik jika kamu
mendengarnya sambil menyalin buku lainnya.
Ad-Daruquthni menjawab : Pemahamanku berbeda dengan pemahamanmu.
Temannya lanjut bertanya : Kalau begitu sudah berapa hadits yang telah didiktekan
oleh Syaikh hingga sekarang?
Ad-Daruquthni menjawab : Sebanyak delapan belas hadits, kemudian dia
menyebutkannya secara hafalan di luar kepala lengkap dengan sanad dan matan
haditsnya. Maka seluruh hadirin pun heran dengan kekuatan hafalannya.
Kebanyakan orang orang zaman sekarang mengeluh dengan kelemahan
hafalannya. Misalnya jika ia menghafal ayat al Qur an. Dia mulai menghafal ayat
pertama dari satu surat, lalu ayat kedua, ketiga dan keempat. Setelah empat
ayat ini dihafal lalu dilanjutkan dengan ayat kelima. Setelah ayat kelima hafal
ternyata ayat pertama atau kedua yang tadi sudah dihafal jadi lupa.
Untuk keadaan ini haruslah ada
introspeksi atau muhasabah terhadap diri sendiri. Mungkin dalam menghafal ada beberapa
prasyarat yang belum terpenuhi. Ketahuilah bahwa ilmu agama itu adalah cahaya
yang membutuhkan beberapa syarat dan cara untuk bisa masuk kehati seorang hamba
terutama dalam menghafalkannya.
Diantaranya adalah :
Pertama : Niat yang ikhlas, sungguh niat yang ikhlas karena Allah
semata, adalah kunci utama yang harus dipasang pada saat akan melakukan sesuatu
kebaikan. Oleh karena itu jagalah niat ini, baik sebelum beribadah, sedang
beribadah bahkan setelah beribadah termasuk dalam menghafal ilmu.
Kedua : Selalu mengingat Allah Ta’ala dalam berbagai keadaan
bahkan mengingat Allah adalah satu tanda orang yang berakal. Allah berfirman : “Alladziina yadzkuruunallaha qiyaaman, wa qu’uudan,
wa ‘alaa junuubihim wa yatafakkaruuna fii khalqis samaawaati wal ardh. (Orang
orang yang berakal, yaitu) orang orang yang mengingat Allah pada saat berdiri,
pada saat duduk dan pada saat berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi. (Q.S Ali Imran 191).
Sungguh kita harus menyadari bahwa bagaimana mungkin ilmu sebagai karunia
dari Allah akan kita peroleh jika kita sedikit sekali mengingat-Nya .
Ketiga : Berusaha menjauhi dosa sekecil apapun. Ibnu Mas’ud berkata
: Saya menyangka bahwa orang itu lupa ilmunya karena suatu dosa yang
dilakukannya. Pada saat Imam Malik melihat kecerdasan Imam asy Syafi’i maka beliau memberi nasehat : Sesungguhnya aku memandang bahwa Allah
telah memasukkan cahaya kedalam hatimu maka janganlah kamu memadamkan cahaya
itu dengan kegelapan maksiat.
Imam Ibnul Qayyim berkata : Ilmu adalah cahaya yang Allah masukkan ke
dalam hati, sedangkan maksiat adalah pemadam cahaya tersebut. (Kitab ad Daa’ wa ad Dawaa’)
Keempat : Mengamalkan ilmu yang telah diketahui. Sungguh ilmu syar’i
dipelajari bukan untuk sekedar menambah wawasan atau supaya disebut orang yang
berilmu. Sungguh tujuan utama seorang hamba
mempelajari ilmu syar’i adalah untuk diamalkan.
Sebagian ulama salaf berkata : Siapa yang beramal dengan ilmu yang telah
dia pelajari maka Allah akan memberi tambahan ilmu kepada orang tersebut.
Ada diantara manusia zaman sekarang
yang sudah tahu ilmu tentang sesuatu tapi kurang dalam pengamalannya. Banyak orang yang sudah mengetahui ilmu
tentang doa masuk dan keluar kamar mandi atau toilet dan kita boleh bertanya
berapa diantara mereka yang istiqamah dalam pengamalannya. Mungkin ini contoh
kecil dan sederhana kelihatannya, tapi ini adalah ilmu syar’i yang shahih,
Rasulullah yang mengajarkannya.
Kelima : Seseorang yang mempelajari
ilmu atau menghafalkannya, haruslah
mengetahui waktu waktu yang nyaman, kondusif baginya. Setiap orang
memiliki waktu yang berbeda dengan yang lain. Jika seseorang merasa nyaman
untuk menghafal dimalam hari mungkin yang lain merasa nyaman untuk menghafal
pada ba’da shalat subuh dan yang lainnya
Jadi carilah waktu yang paling
tepat dan paling nyaman bagi anda dalam belajar dan menghafalkan ilmu syar’i.
Itulah sebagian cara untuk
mempermudah belajar dan menghafal dan insya Allah juga ada cara cara lain yang
lebih baik dan diketahui oleh yang lebih ‘alim.
Wallahu A’lam. (366)
Jazakallah Khairan
BalasHapus