KEBURUKAN DAN KEBAIKAN
ADALAH UJIAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago.
Semua manusia pasti akan diuji, diberi cobaan. Allah
berfirman : “Ahasiban naasu an yutrakuu an yaquuluu aamannaa wa hum laa
yuftanuun” Apakah manusia mengira
bahwa mereka akan dibiarkan dengan hanya mengatakan : “Kami telah beriman”, dan
mereka tidak diuji ? (Q.S al Ankabuut 2).
Allah berfirman :
“Kullu nafsin dzaa-iqatul mauti, wanabluukum bisy syarri wal khairi fitnah, wa
ilainaa turja’uun”. Tiap tiap yang berjiwa akan merasakan mati, Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikam sebagai cobaan dan hanya kepada kamilah kamu
dikembalikan (Q.S al Anbiya’ 35)
Ayat ini menjelaskan
bahwa ujian dari Allah ada dua ragam bentuk yaitu ujian berupa asy syarr atau
keburukan dan al khair atau kebaikan. DR. Hikmat Ibnu Basyir dalam karyanya ensiklopedi tafsir bil
ma’tsur menukil perkataan sahabat Ibnu Abbas yaitu seorang sahabat yang sangat
dekat dengan Rasulullah dan pernah di doakan agar menjadi orang faham tentang
tafsir al Qur an.
Menurut Ibnu Abbas, kedua bentuk ujian di atas memiliki makna
bahwa manusia ini akan diuji dengan beragam bentuknya, yakni kesulitan dan
kemudahan, sehat dan sakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram, ketaatan
dan kemaksiatan serta petunjuk dan kesesatan.
Demikian luasnya makna asy syarr dan al khair dalam
penjelasan Ibnu Abbas tersebut, berarti bahwa ujian bisa menimpa manusia dalam
berbagai bentuk. Ujian tidaklah identik dengan kesulitan hidup, kemiskinan,
menderita sakit, kehilangan sesuatu yang dicintai dan yang lainnya yakni secara
kasat mata merupakan kesengsaraan dan kesusahan dalam kehidupan. Ternyata bahwa
ujian juga bisa datang dalam bentuknya yang lain yaitu kesenangan hidup dan
nikmat dunia serta segala perhiasannya yang menyilaukan mata hati manusia.
Suatu hal yang menarik dalam ayat ayat ini adalah mengapa
Allah Ta’ala mendahulukan kata al syarr sebelum kata al khair. Jika kita
perhatikan keadaan kehidupan kita sehari hari sering kita temukan dimana
seseorang lebih mampu menjaga imannya, lebih tangguh menghadapi risiko mana
kala ujian itu datang dalam bentuk kefakiran, kekurangan, sakit yang diderita
dan jauh dari kenikmatan.
Namun sebaliknya, manusia teramat sering jatuh kepada
kelalaian, lupa akan dirinya sebagai hamba Allah yang wajib mengabdi kepada-Nya
mana kala kenikmatan selalu mendatanginya.
Itulah sebabnya mengapa Allah mendahulukan kata keburukan
atau asy syarr. Sesuatu berupa keburukan seringkali lebih kita sadari sebagai
suatu ujian dibanding dengan kenikmatan yang kita rasakan. Oleh karenanya jika
datang keburukan sebagai ujian maka kita lebih waspada untuk menghadapinya.
Sebaliknya, kebaikan atau kenikmatan hidup yang mendatangi
seseorang cenderung tidak disadari sebagai suatu ujian. Ketika mendapat karunia
berupa kenikmatan yang banyak seperti naik jabatan, lulus dalam belajar,
kehidupan yang serba cukup dengan segala perlengkapannya, diri dan keluarga
berada dalam keadaan sehat, semuanya ini tidaklah mudah bagi kita untuk memaknainya sebagai ujian dari
Allah Ta’ala.
Terkadang ada yang memaknai bahwa kenikmatan yang dia peroleh
adalah suatu kepantasan karena selama ini telah melaksanakan perintah perintah
yang wajib dan menjauhi larangan larangan Allah. Padahal semuanya itu adalah
termasuk ujian yang telah Allah tetapkan baginya.
Oleh sebab itu marilah kita berusaha untuk memahami hidup ini
secara keseluruhan, sebagai ujian baik
itu berupa kebaikan maupun keburukan. Sungguh Allah telah berfirman : “Alladzii khalaqal mauta wal hayaata
liyabluakum aiyukum ahsanu ‘amala”. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk
menguji kamu siapa yang lebih baik amalnya. (Q.S al Mulk 2).
Wallahu A’lam. (359)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar