KEJAR AKHIRAT DUNIA DAPAT
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
.Seorang hamba yang
cerdas akan selalu berusaha mencari bahkan mengejar kehidupan akhirat yang
abadi. Mereka tidak akan mengejar kehidupan dunia yang rendah, semu, sangat
sementara, fana dan pasti akan punah. Allah berfirman : “Walal
aakhiratu khairul laka mina uula” Dan sungguh yang kemudian itu lebih baik
bagimu dari pada yang permulaan (Q.S ad Duhaa 4).
Tapi
sungguh ada yang menarik bahwa seorang hamba yang bersungguh sungguh mengejar
akhirat maka pastilah Allah juga akan memberikan dunia baginya. Bahkan jika Allah berkehendak
Dia akan memberi hamba-Nya harta yang berlimpah.
Abdurrahman bin ‘Auf adalah salah satu sahabat
yang sangat kaya. Ketahuilah bahwa beliau sangat dermawan. Tidak ada satupun riwayat yang menjelaskan
bahwa beliau berjuang keras untuk mendapatkan harta dunia. Dia tidak habis
habisan dalam berbisnis. Ia berbisnis dengan santai tapi dengan pertolongan
Allah Ta’ala hasilnya selalu berlimpah. Hartanya tidak untuk dinikmati sendiri
melainkan untuk dinikmati oleh keluarga, kerabat bahkan masyarakat Madinah
serta untuk membela perjuangan
menegakkan Islam. Ketahuilah bahwa dalam kehidupan sehari hari beliau tidaklah berjuang dengan keras untuk
mendapatkan dunia tapi berjuang untuk mengejar negeri akhirat yang kekal.
Jangan
salah paham.
Namun
ada pula diantara manusia yang salah paham. Mungkin karena ketidak tahuan maka
sebagian manusia ada yang berkata : Jangan bicara akhirat melulu. Jangan urusan
akhirat dan ibadah terus. Dunia juga harus dikejar. Paling tidak fifty-fifty
lah. Bukankah Allah telah berfirman : “Wabtaghi fiimaa ataakallahud darul
aakhirah. Walaa tansa nashiibaka minad dun-yaa. Wa ahsin kamaa ahsanallahu
ilaika. Walaa tabghil fasaada fil ardhi. Innallaha laa yuhibbul mufsidiin”.
Dan carilah pada sesuatu yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada hamba
hamba Allah) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan. (Q.S al Qashash 77).
Bukankah
Rasulullah juga telah bersabda :“I’mal lidun-yaaka ka–annaka ta’isyuabadan,
wa’malli aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan”.Diriwayatkan dari Abdullah
bin Amr bin al ‘Ash bahwa Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Beramallah (bekerjalah) untuk duniamu seakan akan kamu akan hidup selamanya.
Dan beramallah untuk akhiratmu seakan akan kamu akan mati besok.
Inilah
ayat dan (hadits ?) yang sering dijadikan sandaran oleh orang orang yang
mengejar dunia dan sangat sedikit mereka yang berusaha dan mencari bekal untuk
hari akhirat.
Penjelasan
ulama tentang makna ayat dan kedudukan hadits diatas.
Point
Pertama : Tentang makna surat al Qashash ayat 77.
Ayat
77 dari surat al Qashash ini bukanlah bermakna
bahwa manusia berkewajiban mencari dunia dan akhirat secara seimbang
atau dengan istilah yang sering dipakai fifty-fifty. Tidak, tidak demikian
maknanya.
Ketahuilah
bahwa ayat 77 ini bukanlah ayat yang berdiri sendiri tapi adalah satu kesatuan dengan ayat sebelum
dan sesudahnya yaitu ayat 76 sampai 82. Ayat 76, 78 sampai 82 adalah berkisah tentang Qaarun. Qaarun,
sebagaimana kita ketahui adalah makhluk Allah yang hidup di zaman nabi Musa,
bahkan dia adalah anak paman nabi Musa. Setelah dia kaya raya, datang
kesombongan dan kekikirannya.Dia tidak mau menginfakkan sebagian hartanya
maka akhirnya dia ditenggelamkan Allah
kedalam bumi bersama hartanya.
Nah,
ayat 77 al Qashash ini adalah nasehat yang penting dan terutama ditujukan
kepada Qarun yang melalaikan akhirat dengan hartanya yaitu sangat pelit atau
kikir untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah. Lalu ditegur melalui ayat
ini. Lihatlah kalimat pembuka ayat ini :“Dan carilah (pahala) negeri akhirat
dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu” Yaitu bersedekahlah dan
berinfaklah dengan harta yang telah diberikan Allah kepada engkau wahai Qaarun
(dan juga orang orang yang semisalnya).
Sebagai
tambahan penjelasan, mari kita lihat apa yang dikatakan Syaikh as Sa’di tentang
tafsir ayat ini :
Pertama : “Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian) negeri
akhirat. Maksud ayat ini adalah jika sudah tercapai bagimu berbagai sarana
akhirat yang (mungkin) tidak dimiliki (sebagian) orang lain, yaitu berupa harta
kekayaan, maka gunakanlah ia untuk memperoleh sesuatu yang ada disisi Allah dan
bersedekahlah. Jangan sekali kali kamu merasa cukup dengan hanya sekedar
memperoleh kepuasan nafsu dan meraih berbagai kelezatan.
Kedua : “Dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi” Maksudnya, Kami tidak
memerintahkan supaya kamu menyedekahkan seluruh harta kekayaanmu sehingga
engkau menjadi terlantar. Akan tetapi berinfaklah untuk akhiratmu dan bersenang
senanglah dengan harta duniamu dengan tidak merusak agamamu dan tidak pula
membahayakan akhiratmu.
Ketiga : “Dan
berbuat baiklah” kepada hamba hamba Allah, “sebagaimana Allah telah berbuat kepadamu”yaitu dengan
menganugerahkan kamu harta kekayaan ini.
Keempat : “Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi” dengan bersikap sombong dan
berbuat berbagai maksiat terhadap Allah serta tenggelam di dalam berbagai
kenikmatan dengan melupakan Pemberi nikmat itu.
Kelima : “Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan” Bahkan Allah akan
menyiksa mereka atas perbuatan itu dengan siksa yang paling berat.
Point kedua tentang kedudukan hadits
“bekerjalah untuk duniamu …”
Para
ulama telah memberikan penilaian
terhadap kedudukan hadits ini, diantaranya adalah :
Pertama : Hadits ini disebutkan oleh Abdullah bin
Mubarak dalam Kitab az Zuhd, dari Muhammad bin Ajlan dari Abdullah bin Amr bin
‘Ash yaitu ucapan yang semakna dengan hadits diatas. Sanad riwayat ini lemah
karena terputus. Muhammad bin ‘Ajlan tidak bertemu dengan Abdullah bin Amr bin
‘Ash. (Lihat Silsilah Ahaaditsidh Dha’ifah wal Maudhu’ah).
Kedua :
Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, seorang ahli hadits abad ini
berkata : Hadits ini tidak ada asal
usulnya secara marfu’ dari Rasulullah, meskipun riwayat ini sangat populer
diucapkan dikalangan kaum muslimin zaman sekarang. (Kitab Silsilah hadits
Dha’if dan Maudhu’)
Ketiga : Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin,
seorang ulama besar dari Saudi, berkata : Ucapan ini diriwayatkan sebagai
hadits dari Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi Wasallam, pada hal bukan hadits.
Yang benar adalah bahwa pernyataan di atas diriwayatkan dari ucapan sahabat
Abdullah bin Amr bin ‘Ash, itupun dengan periwayatan yang lemah. (Majmu’ Fatawa
Syaikh Utsaimin).
Jangan keliru dalam memahami hakikat
dunia dan keberuntungan.
Memang banyak manusia yang keliru dalam
memahami dan memberi nilai kepada dunia. Mereka telah tertipu dengan kehidupan
dunia. Dikira akan ada terus. Pada hal dunia itu semu, fatamorgana dan fana.
Namun
demikian, kita lihat, sebagian manusia saat ini
berlomba mengejar harta dunia dengan segala kenikmatan dan kelezatannya.
Mereka merasa bahwa dunia ini adalah segalanya sehingga harus diburu dengan
segala cara. Jika tidak bisa meraih dunia berarti mereka telah memperoleh kerugian
bukan keberuntungan. Benar, kita harus mengejar keberuntungan dan tidak ada yang mau rugi.
Hanya
saja, seorang muslim tidaklah boleh
salah dalam memahami makna keberuntungan. Allah telah menjelaskan makna keberuntungan
yang hakiki yaitu sebagaimana firman-Nya :
“Kullu nafsin dzaa-iqatul maut, wa innama tuwaffauna ujuurakum yaumal
qiyaamah, faman zuhziha ‘anin naari wa udkhilal jannata faqad faaz. Wamal
hayaatad dun-yaa illaa mataa’ul ghuruur” Tiap tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam
surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu hanyalah
kesenangan yang memperdayakan (Q.S Ali Imran 185).
Syaikh
as Sa’di berkata : Bahwa ayat yang mulia ini mengandung penjelasan tentang
zuhud dari dunia karena bersifat sementara dan tidak kekal. Dan bahwa dunia itu
adalah perhiasan yang menipu, membuat fitnah dengan keindahannya, menipu dengan
kecantikan dan kemolekannya. Kemudian dunia itu akan berpindah dan ditinggalkan
menuju negeri yang abadi. Jiwa jiwa manusia akan dipenuhi dengan dengan apa
yang telah diperbuatnya di dunia ini berupa kebaikan maupun keburukan.
Selanjutnya
dijelaskan pula oleh beliau bahwa : Maka barang siapa dijauhkan, artinya
dikeluarkan, dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, maka sungguh dia
telah beruntung,
maksudnya dia telah memperoleh kemenangan yang besar dan selamat
dari siksa yang pedih dan sampai kepada
surga yang penuh nikmat. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman).
Jadi
berlombalah mengejar akhirat dan dunia pasti
akan diperoleh sebagaimana yang telah Allah Ta’ala tetapkan bagi setiap
hamba.
Wallahu
A’lam. (362)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar