JANGAN PERNAH MEMILIH JALAN KEBURUKAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan pada diri manusia dua
sifat yaitu fujur (sesuatu yang buruk) dan sifat takwa (sesuatu yang baik).
Allah berfirman : “Fahal hamahaa fujuurahaa wa taqwaahaa” Maka Dia
(Allah) mengilhamkan (menunjukkan) kepada (jiwa itu jalan) jalan kefasikan dan
ketakwaan. (Q.S asy Syams 8).
Syaikh Utsaimin berkata : Makna takwa adalah patuh dan taat
kepada Allah. Sebaliknya makna fujur adalah menentang perintah Allah. Dalam tinjauan syariat, fajir meliputi
seluruh pelaku maksiat yang tidak tunduk dan tidak patuh kepada Allah. (Tafsir
Juz ‘Amma)
Selanjutnya dalam surat al Balad ayat 10, Allah berfirman : “Wa
hadainaahun najdain.” Kami telah menunjukkan kepadanya (manusia) dua jalan.
Imam Ibnu Katsir, dalam Kitab Tafsirnya antara lain
menjelaskan bahwa : Para sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ali bin Abi
Thalib, dan juga Mujahid (seorang Tabi’in murid Ibnu Abbas) dan yang lainnya
mengatakan bahwa dua jalan itu bermakna jalan kebaikan dan keburukan.
Seharusnya manusia yang diberi akal (sehat) akan memilih yang terbaik bagi dunia dan
akhiratnya, yaitu jalan ketakwaan, jalan kebaikan, patuh dan taat kepada Allah
Ta’ala. Sungguh kita menyaksikan bahwa kebanyakan manusia ternyata memilih
fujur yaitu tidak tunduk dan tidak patuh kepada Allah Ta’ala.
Diantara
keadaan yang berpotensi mendorong manusia untuk memilih fujur atau jalan
keburukan adalah :
Pertama : Manusia memiliki hawa nafsu, Dan hawa nafsu itu cenderung kepada
keburukan. Allah berfirman : “Wa maa ubarri-u nafsii, innan nafsa la-ammaa
ratun bis suu-i illa maa rahima rabbi”. (Yusuf berkata) Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari
kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku (Q.S Yusuf 53)
Dalam
kitab Tafsir Kariimir Rahman di sebutkan bahwa : “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan” maknanya adalah seringkali (nafsu itu) memerintahkan pemiliknya untuk berbuat keburukan
yakni perbuatan keji dan segala dosa.
Kedua : Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu
syaithan yang selalu berusaha menggoda dan mendorongnya untuk melakukan
keburukan dan dosa. Allah berfirman : “Innamaa ya’murukum bis suu-i wal
fahsyaa-i wa an taquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamun”. Sesungguhnya (syaithan) itu hanya
menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu
ketahui tentang Allah (Q.S al Baqarah 169)
Syaikh
as Sa’di berkata : Yang dimaksud adalah kejahatan yang merusak pelakunya.
Dengan demikian termasuk dalam hal ini adalah seluruh kemaksiatan.
Ketiga : Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.
Syaikh as Sa’di berkata : Manusia itu adalah lemah dalam hal fisik, lemah dalam
berkehendak, lemah dalam bertekad dan lemah dalam iman dan
kesabaran (Lihat Tafsir Kariimir Rahman). Allah berfirman : “Wa
khuliqal insaanu dha’iifaa”. Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.
(Q.S an Nisaa’ 28.).
Semestinya manusia janganlah pernah lengah dengan setiap keadaan
yang bisa mendorongnya kepada fujur atau keburukan. Sungguh sangatlah banyak
peringatan Allah dan Rasul-Nya agar manusia memilih jalan yang lurus. Jalan
orang orang yang bertakwa.
Allah berfirman : “Yaa
aiyuhal ladziina aamanuut taqullaha haqqa tuqatihii walaa tamuutunna illaa wa
antum muslimuun”. Wahai orang orang yang beriman ! Bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan muslim (Q.S Ali Imran 102)
Ketahuilah bahwa jika manusia memilih fujur yaitu bermaksiat
kepada Allah maka sangatlah banyak akibat
yang tidak baik menghadangnya. Imam Ibnul Qayyim, dalam Kitab ad-Da’ wa
ad-Dawa’ menyebutkan lebih dari lima
puluh dampak buruk jika seseorang melakukan maksiat. Enam diantaranya adalah :
Pertama : Seseorang yang bermaksiat tidak
akan mendapatkan ilmu. Sebab ilmu adalah
nur (cahaya) yang diberikan Allah ke sebuah hati sedangkan maksiat berfungsi
mematikan nyala nur tersebut. Imam Malik bin Anas pernah berkata kepada
muridnya yaitu Imam asy Syafi’i : Sungguh aku telah melihat Allah meletakkan
nur dalam hatimu maka janganlah (pernah) engkau matikan dengan kemaksiatan.
Kedua : Kemaksiatan merupakan salah satu faktor atau
penyebab jatuhnya martabat sang pelaku di mata Allah dan di mata masyarakatnya.
Karena siapa yang dihinakan Allah (karena melakukan maksiat) maka tidak ada
lagi yang bisa memuliakannya.
Allah berfirman : “Wa
man yuhinillahu famaa lahuu min mukrimin, innallaha yaf’alu maiyasyaa’.Barangsiapa
yang dihinakan Allah tidak seorangpun yang akan memuliakannya. Sungguh Allah
berbuat apa saja yang Dia kehendaki. (Q.S al Hajj 18)
Ketiga : Kemaksiatan dapat mewariskan
kehinaan. Sungguh kehormatan dan kemuliaan hanya berada pada naungan ketaatan kepada Allah. Siapa yang
menginginkan kemuliaan sesungguhnya kemuliaan itu hanya milik Allah.
Allah berfirman : “Barangsiapa
yang menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) bahwa kemuliaan itu semuanya
milik Allah. Kepada-Nyalah akan naik
perkataan perkataan yang baik dan amal kebajikan. Dia akan mengangkatnya. Adapun
orang orang yang merencanakan kejahatan mereka akan mendapat adzab yang sangat
keras dan rencana jahat mereka akan hancur”. (Q.S Faatir 10).
Keempat : Kemaksiatan dan dosa dosa juga
bisa menyingkirkan nikmat dan mendatangkan bencana. Termasuk balasan buruk bagi
pelakunya adalah menghilangkan kenikmatan yang datang dan memutuskan aliran
nikmat yang akan diterima. Oleh karenanya seorang hamba akan selalu berada
dalam kenikmatan selama ia tidak melanggar dosa. Dan dia tidak akan mendapati
malapetaka melainkan karena menerjang dosa.
Allah berfirman : “Dzaalika
bi annallaha lam yaku mukhaiyiran ni’matan an’amahaa ‘ala qaumin hatta
yughaiyiruu maa bi anfusihim, wa annallaha samii’un ‘aliim”. Yang demikian
itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah
diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga suatu kaum itu mengubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Q.S
an Anfaal 53).
Kelima : Kemaksiatan akan mengerdilkan jiwa
dan menjadikannya hina. Sebaliknya ketaatan akan membesarkan jiwa dan
membersihkannya. Maka dari itu beruntunglah orang yang senantiasa menyucikan
jiwanya dari noda dosa.
Allah berfirman : “Qad
aflaha man zakkaahaa. Wa qad khaaba man dassaahaa”. Sungguh beruntung orang
yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (Q.S
asy Syams 9-10).
Keenam : Kemaksiatan bisa menjadikan
pelakunya lupa terhadap dirinya sendiri. Jika ia melupakan dirinya maka akan
menyia nyiakan, merusak bahkan menghancurkannya. Itu semua terjadi karena
sebelumnya ketika berbuat maksiat ia telah melupakan Allah sehingga Allah pun
membuat dia lupa terhadap dirinya sendiri.
Allah berfirman : “Wa
laa takuunuukal ladziina nasullaha fa ansaahum anfusahum. Ulaaika humul
faasiquun” Dan janganlah kamu seperti orang orang yang lupa kepada Allah,
sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang
orang yang fasik. (Q.S al Hasyr 19).
Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kita untuk
memilih jalan kebaikan dan menjauh dari semua jalan keburukan.
Wallahu A’lam. (384)