MEMAAFKAN ADALAH AKHLAK MULIA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Sungguh tidak ada
yang meragukan bahwa jika seseorang suka memaafkan akan mudah
dimaafkan, suka menolong akan ditolong, suka menyayangi akan disayangi dan suka
memberi akan diberi. Bukankah dalam kehidupan sehari hari, keadaan ini sangat
lumrah dan sering kita saksikan. Misalkan ada seseorang yang biasa memudahkan urusan orang lain maka
selalu saja ada kemudahan dan jalan keluar baginya jika suatu waktu dia
mendapat kesulitan atau menghadapi suatu masalah yang berat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : In ahsantum ahsantum
li anfusikum. Jika kamu berbuat kebaikan maka (berarti) kamu berbuat
kebaikan bagi dirimu sendiri. (Q.S al Israa’ 7). Allah Ta’ala juga berfirman :
“Hal jazaa-ul ihsani illal ihsan” Balasan perbuatan baik adalah kebaikan
pula (Q.S ar Rahman 60).
Tentang makna memaafkan.
Diantara makna memaafkan adalah engkau mempunyai hak untuk
membalas terhadap orang lain yang menzhalimi dirimu tetapi engkau melepaskan
(hakmu itu), tidak menuntut qishash atau denda kepadamya (Minhajul Qashidin,
Imam Ibnu Qudamah).
Orang bijak berkata bahwa implementasi dari memaafkan itu
adalah engkau senantiasa, terus menerus mengosongkan hatimu dari
semua kesalahan orang lain kepadamu. Ini sebenarnya
mudah dilakukan jika engkau menyadari
dan juga sangat mengharapkan maaf dari orang yang pernah engkau zhalimi.
Imam Raghib Ashbahani berkata : Suka memaafkan adalah bagian
dari sikap santun. Orang yang santun adalah ketika dizhalimi dia bersikap santun
dan ketika dia mampu membalasnya dia malah memaafkan.
Ketahuilah bahwa seorang hamba yang suka memafkan kesalahan
orang lain, akan senantiasa memperoleh ampunan Allah. Inilah puncak keutamaan
dari sikap suka memaafkan. Allah berfirman : “Wal ya’fuu wal yashfahuu, alaa
tuhibbuuna an yaghfirallaahu lakum wallaahu ghafuurur rahiim. Dan hendaklah
mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak menginginkan Allah
mengampunimu dan Allah Mahapengampun dan Mahapenyayang (Q.S an Nuur 22)
Teladan salafus shalih dalam memaafkan.
Sungguh sangatlah banyak kisah tentang sikap suka memaafkan
yang bisa kita ambil dari salafus shalih. Satu diantaranya adalah sebagaimana
disebutkan oleh Imam Ibnu Asakir, dalam Tarikh Dimasqi yaitu kisah Ja’afar ash
Shadiq dengan pembantu atau budaknya.
Pada suatu kali budak Ja’far ash Shadiq hendak menuangkan air
bagi Ja’far ash Shadiq. Tanpa diduga bejana atau tempat air itu jatuh dan
menimpa wajah Ja’far ash Shadiq. Lalu beliau melihat kepada budaknya itu dengan
wajah marah karena kesal.
Budaknya berkata, ya
Tuan, sesungguhnya Allah telah berfirman dalam surat Ali Imran 134 : “Wal
kaazhimiinal ghaizh” Dan orang orang yang menahan marahnya.
Abu Ja’far ash Shadiq berkata : Ya, aku menahan marahku.
Budaknya berkata lagi, ya Tuan, sesungguhnya Allah telah
berfirman dalam surat Ali Imran 134 : “Wa ‘afiina ‘aninnaas” Dan suka
memaafkan manusia.
Abu Ja’far ash Shadiq berkata : Ya, sudah aku maafkan
kesalahanmu.
Budaknya melanjutkan perkataannya, ya Tuan, sesungguhnya
Allah telah berfirman dalam surat Ali Imran 134 : “Wallahu yuhibbul
muhsiniin” Sesungguhnya Allah mencintai orang orang yang berbuat baik.
Abu Ja’far ash Shadiq berkata : Ya, engkau aku bebaskan sekarang, engkau merdeka.
Aku merdekakan engkau karena ingin berbuat baik dan mencari ridha Allah.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita
semua. Ya Allah jadikanlah kami hamba yang mampu menahan marah, jadikanlah kami
hamba yang suka memaafkan dan jadikanlah kami hamba yang selalu berbuat baik.
Wallahu a’lam. (177)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar