JAUHI HARTA HARAM DAN SYUBHAT
Oleh : Azwir B. Chaniago
Dalam menjalani kehidupan ini, manusia membutuhkan harta atau
rizki untuk menopang kehidupannya agar bisa beribadah dengan baik. Oleh karena
itu berbagai usaha dilakukan manusia untuk mendapatkannya. Tapi diantara
manusia ada yang berlebihan mengejar harta dan rizki sehingga bisa jatuh kepada
sifat tamak yaitu tidak pernah merasa cukup dan puas.
Allah berfirman : “Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa apa yang diinginkan. Yaitu wanita, anak anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah tempat kembali
yang baik (surga)” Q.S Ali Imran 14.
Ketahuilah bahwa berlebihan mencintai harta bisa membuat
manusia lupa cara yang benar dalam mendapatkannya. Ada yang jatuh kepada yang
syubhat bahkan kepada yang haram.
Harta tidaklah selalu
mampu membuat manusia merasa berbahagia. Bisa hidup dengan senang dan tenang. Sungguh
tidaklah demikian. Berapa banyak saudara saudara kita yang memiliki sedikit
harta tapi sangat menikmati hidup bersama keluarganya. Sebaliknya berapa banyak
pula saudara saudara kita yang memiliki harta melimpah, lebih dari cukup tapi
keadaan ini belum tentu membuatnya berbahagia, hidup dengan nyaman.
Sungguh tidaklah semua bisa dibeli dengan harta atau uang.
Orang bijak mengatakan : Harta bisa membeli makanan yang paling enak tapi harta
tidak bisa membeli selera makan. Bukankah makanan yang mahal atau murah tidak
terlalu penting tapi yang penting adalah selera makan. Harta bisa membeli
tempat tidur yang termahal tapi harta tidak bisa membeli tidur. Bukankah yang penting adalah tidurnya, tidak tempat tidurnya mahal atau
murah. Harta bisa membeli rumah yang mewah tapi harta tidak bisa membeli home
sweet home. Tidak bisa membeli baitii jannatii, rumahku surgaku. Padahal setiap
orang mendambakan rumahku surgaku.
Sungguh harta yang sedikit atau harta yang banyak bukan
masalah besar dalam kehidupan seorang hamba. Yang masalah adalah bagaimana cara
mendapatkannya dan kemana dibelanjakan.
Apakah dengan cara yang halal, syubhat atau haram. Ini menentukan akan
keberkahan harta yang kita miliki.
Seorang yang wara’ sangatlah khawatir bila hartanya berasal
dari yang syubhat dan yang haram. Perhatikanlah saudaraku, suatu kisah shahih yang
disabdakan oleh Rasulullah Salallahu ‘alaihi wassalam tentang orang yang wara’
yaitu merasa takut terhadap harta yang dia merasa bukan haknya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah bersabda : “Ada
seseorang membeli tanah pekarangan dari seseorang yang lain. Kemudian secara
tidak sengaja sang pembeli (tanah) tersebut menemukan sebuah tembikar berisikan
emas di dalam tanah yang dibelinya. Sang pembeli tanah itu berkata kepada
penjual tanah : Ambillah emasmu ini, karena aku hanya membeli tanah saja darimu
dan tidak membeli emas.
Sang penjual tanah itu menjawab : Sesungguhnya saya sudah
menjual tanah itu kepadamu beserta isinya (maka emas itu milikmu sebagai
pembeli tanah, pen.).
Kemudian keduanya sepakat mengajukan perkaranya kepada
seseorang, maka laki laki tersebut akhirnya memberikan keputusan : Apakah
kalian berdua memiliki anak ? Maka salah satu dari keduanya menjawab : Aku
memiliki seorang anak laki laki. Dan berkata yang lain berkata : Aku memiliki seorang
anak wanita. Kemudian laki laki itu mengatakan : Nikahkanlah keduanya dan
sedekahkanlah harta itu untuk keduanya. Merekapun melakukannya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam kisah ini terdapat pelajaran berharga yaitu sipembeli
maupun sipenjual tanah tersebut sama sama takut untuk mengambil emas dalam
tembikar tersebut dan sama sama tidak ingin mendapatkannya karena sama sama
memiliki sifat wara’. Keduanya juga sama sama ingin menjauhi dari harta haram
dan syubhat.
Bagaimana jika kisah ini terjadi pada zaman kita sekarang. Allahu a’lam tentu ceritanya akan lain. Bukankah manusia zaman sekarang
banyak yang tamak terhadap harta,
kecuali orang orang yang telah mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus.
Berikut adalah sebuah hadits sebagai penutup tulisan ini yaitu
tentang keutamaan sifat wara’ dan keutamaan meninggalkan sesuatu yang syubhat. Rasulullah
bersabda : “Barang siapa yang meninggalkan barang syubhat maka sungguh ia
telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang menjerumuskan
(dirinya) kedalam syubhat berarti dia telah terjatuh pada keharaman. Seperti
penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan maka hampir hampir ia
masuk kedalamnya …. (H.R Imam Bukhari
dan Imam Muslim)
Wallahu A’lam. (181)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar