TANDA ILMU YANG BERMANFAAT
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Sungguh menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.
Rasulullah bersabda : “Thalabul ‘ilmi faridhatun ‘ala
kulli muslim”. Belajar ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. (H.R
Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah). Didalam Islam, segala sesuatu yang diwajibkan
atau dianjurkan adalah bernilai ibadah dan pastilah disitu ada
banyak keutamaan dan kebaikan.
Diantaranya adalah bahwa seseorang yang berilmu akan Allah
angkat derajatnya. Allah berfirman : “…
Yarfa’illahul ladzina amanu minkum walladzina utul ‘ilma darajaad” …
Niscaya Allah akan akan meninggikan orang orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang diberi ilmu beberapa derajat. (Q.S al Mujadilah 11).
Tidak semua ilmu bermanfaat.
Seyogyanya, setiap ilmu yang kita pelajari memberi manfaat
bagi kita baik ilmu dunia apa lagi ilmu syar’i. Tetapi ketahuilah ada juga ilmu yang tidak bermanfaat, malah bisa
mencelakakan kehidupan kita. Diantaranya adalah ilmu perdukunan, ilmu sihir,
ilmu meracik khamer dan yang lainnya.
Kita senantiasa berdoa kepada Allah agar diberi ilmu yang
bermanfaat. Diantara doanya adalah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah
kepada umatnya. Doa ini biasa dibaca oleh Rasulullah sebagai rangkaian dari dzikir
pagi beliau yaitu dzikir setelah shalat shubuh.
“Allahhumma inni as’aluka ‘ilman nafi’an
wa rizqan thaiyiban wa ‘amalan mutaqabbalan”
Yang Allah, aku bermohon kepada Engkau ilmu yang bermanfaat,
rizki yang baik dan amal yang diterima. (H.R Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah,
dari Ummu Salamah).
Dari hadits yang mulia ini kita bisa mengambil pelajaran,
diantaranya ternyata bahwa :
Pertama : Ada ilmu yang bermanfaat dan ada pula yang tidak bermanfaat.
Kedua : Ada rizki yang baik dan ada pula yang tidak baik.
Ketiga : Ada amalan yang diterima ada pula yang tidak diterima.
Tanda ilmu yang bermanfaat.
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid dalam Kitab Adab dan
Manfaat Menuntut Ilmu, yang disyarah
oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, dijelaskan beberapa tanda ilmu
yang bermanfaat.
Pertama : Ilmu yang diamalkan.
Seorang hamba yang telah belajar suatu ilmu dan membenarkan
apa yang dipelajari berdasarkan nash yang shahih, maka wajiblah baginya untuk
mengamalkannya. Ketahuilah saudaraku bahwa yang akan ditimbang
nanti di yaumil akhir adalah amal bukan ilmu. Oleh karena itu segeralah
beramal dengan ilmu yang telah ada agar ada manfaatnya.
Abu Darda’ berkata : Aku takut (pada hari Kiamat kelak)
apabila dikatakan kepadaku : Wahai Uwaimir (kun-yah Abu Darda’) Apa yang telah
engkau lakukan dari sesuatu yang telah engkau ketahui.
Ibnu Mas’ud memberikan nasehat : Belajarlah kalian,
belajarlah kalian. Apabila kalian telah mengetahuinya maka amalkanlah.
Imam Ibnul Qayyim mengatakan : Ilmu memiliki enam tingkatan.
Tingkatan keenam -yang merupakan buahnya
- yaitu mengamalkannya dan memperhatikan batasan batasannya.
Kedua : Tidak suka dipuji dan tidak sombong.
Ada sebagian orang yang berilmu, apalagi kalau ilmunya baru
pas pas –an , dia senang bertanya tentang pandangan orang terhadap ilmunya. Apa
sudah hebat atau belum. Jika orang menjawab dengan pujian maka timbul sikap
ujub dan sombong. Ini membahayakan bagi diri dan ilmunya. Bisa jadi dengan
pujian itu akan melemahkan semangatnya belajar karena merasa sudah berilmu.
Seorang hamba hanya mengharap ridha Allah dengan ilmunya
bukan mengharapkan pujian manusia. Ketahuilah bahwa tidak ada orang yang
menjadi mulia dengan pujian manusia, malah bisa sebaliknya. Sungguh kemuliaan
seseorang adalah karena takwanya. Allah Ta’ala berfirman : “Inna akramakun
‘indallahi atqaakum” Sungguh yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. (Q.S al Hujuraat 13).
Ketiga : Semakin tawadhu’ jika ilmunya bertambah.
Tawadhu’ atau rendah hati adalah
kebiasaan para sahabat dan orang orang yang berilmu. Semakin bertambah ilmunya
maka semakin bertambah tawadhu’nya. Dalam berbagai keadaan dia tidak serta
merta menunjukkan bahwa dia adalah orang berilmu meskipun dia tidak
menyembunyikan ilmunya pada saat dibutuhkan orang lain.
Keempat : Tidak cinta kedudukan dan popularitas.
Janganlah seorang berilmu ingin terkenal, ingin dihormati,
dipuji dan sebagainya, karena ini membahayakan bagi dirinya
Janganlah ilmu yang dimiliki membuat seseorang sangat berambisi
untuk senantiasa menjadi pemimpin dalam kelompoknya dan juga tidak untuk
mengejar harta dunia.
Kelima : Buruk sangka kepada dirinya dan tidak mencela.
Orang yang berilmu berprasangka buruk kepada dirinya karena selalu merasa bahwa ilmunya masih sangat sangat jauh dari orang lain. Dia selalu menyatakan kekurangan dirinya terhadap ilmu, karena masih sangat banyak yang belum diketahuinya.
Orang yang berilmu berprasangka buruk kepada dirinya karena selalu merasa bahwa ilmunya masih sangat sangat jauh dari orang lain. Dia selalu menyatakan kekurangan dirinya terhadap ilmu, karena masih sangat banyak yang belum diketahuinya.
Sadar atas kekurangan ilmunya maka tidaklah dia akan pernah
mencela orang lain yang mungkin kurang ilmunya.
Semoga Allah menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar