EMPAT TANDA MENCINTAI RASULULLAH
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Adalah wajib bagi seorang muslim untuk mencintai
Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam.
Bahkan cinta kepada beliau haruslah melebihi cinta kita kepada diri kita sendiri ataupun cinta kita
kepada manusia umumnya. Bahkan kecintaan
kita kepada Rasulullah adalah bagian yang berkaitan dengan iman.
Beliau bersabda : “La yu’minu ahadukum hatta akuuna ahabba
ilaihi min waalidihi, waladihi wannasi ajma’in. Tidaklah dianggap
beriman salah seorang dari kalian sampai diriku lebih dia cintai dari
pada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia. (H.R Imam Bukhari dan Imam
Muslim).
Memang wajib bagi kita mencintai beliau. Melalui
beliaulah ajaran Islam yang mulia ini sampai kepada kita dengan lengkap dan sempurna untuk menyelamatkan hidup kita di
dunia dan di akhirat. Beliau telah mengajarkan kepada kita semua hal tanpa
kecuali, yang mendekatkan kita kepada
surga dan menjauhkan dari neraka.
Beliau bersabda : “Ma baqiya syai-un yuqarribu minal jannati
wa yubaiyidu minannaar, illa waqad buiyina lakum.” Tidak ada yang mendekatkan
kalian ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah aku ajarkan kepada
kalian. (H.R Imam ath Thabrani).
Pertanda mencintai Rasulullah.
Sungguh banyak cara dan pertanda mencintai Rasul. Tapi
ketahuilh saudaraku bahwa kita haruslah mencintai Rasulullah dengan cara
yang dicintai Rasulullah, yaitu sesuai dengan petunjuk
yang beliau ajarkan. Bukanlah kita mencintai Rasulullah dengan cara cara yang
menurut anggapan kita baik tapi tanpa hujjah.
Para ulama telah
memberikan petunjuk kepada kita. Diantaranya adalah sebagaimana dijelaskan oleh
Syaikh Muhammad at Tamimi dalam Kitab Ushul Tsalatsah.
Pertama : Tha’atuhu fima ‘amar.
Yaitu mentaati apa yang diperintahkan beliau. Dan ini adalah
satu tanda kecintaan yang benar kepada Rasulullah . Allah berfirman : “Wa maa aatakumur rasulu
fakhudzuuhu.” Apa-apa yang diberikan
Rasul bagimu maka terimalah. Q.S al Hasy-r 7).
Jadi, seseorang disebut mencintai Rasul, jika dalam kehidupannya
selalu dalam posisi “sami’na wa atha’na” terhadap yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
Kedua : Watashdiqu fima akhbar.
Yaitu membenarkan berita yang disampaikan beliau. Rasulullah
tidaklah mengetahui yang ghaib. Tetapi beliau bisa mengabarkan kepada umatnya
tentang apa yang telah terjadi sebelumnya ataupun yang akan terjadi. Ini semua
karena Allah yang memberitahukan kepada beliau sehingga apa yang beliau
khabarkan adalah pasti adanya.
Allah berfirman : “Wamaa yanthiqu ‘anil hawaa. In huwaa
illa wahyui yuhaa”. Tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginan hawa
nafsunya. Tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) Q.S an Najm 3-4).
Kita sangat perlu belajar dari Abu Bakar ash Shiddiq. Dengan
keimanan yang benar dan kokoh serta kecintaannya yang sangat besar kepada
Rasulullah beliau membenarkan seluruh perkataan Rasulullah tanpa keraguan
sedikitpun. Beliau mendapat gelar ash Shiddiq yaitu yang selalu membenarkan apa
yang datang dari Rasulullah.
Ketiga : Wajtinaabu
maa anhu naha wa zajar.
Yaitu menjauhi apa yang dilarang beliau. Ini termasuk salah
satu pertanda kecintaan seseorang kepada Rasulullah.
Allah berfirman : “Wamaa nahaakum ‘anhu fantahuu “ Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah (Q.S al Hasy-r 7).
Keempat : Wa an laa yu’badallahu illa bima syara’a.
Yaitu beribadah dengan cara yang diajarkan oleh beliau. Allah
berfirman : “Laqad kaana lakum fii rasulillahi uswatun hasanah. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu. (Q.S al Ahzab 21).
Ketahuilah bahwa Rasulullah haruslah menjadi teladan kita
dalam segala hal baik aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Berapa banyak
manusia sangat serius dalam mengajak manusia untuk meneladani akhlak
Rasulullah, ini memang baik. Tapi sayangnya mengabaikan aqidah, ibadah dan muamalah yang beliau ajarkan.
Sungguh syarat diterimanya suatu ibadah adalah ikhlas
dan ittiba’. Ikhlas yaitu beribadah semata-mata karena Allah sedangkan
ittiba’ adalah mengikuti tata cara ibadah yang diajarkan Rasulullah.
Rasulullah mengingatkan kita dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim : “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa
raddun” Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan petunjuk
kami maka amalan itu tertolak.
Ketahuilah bahwa jika seseorang melakukan suatu ibadah yang
tidak sesuai dengan yang beliau ajarkan maka amalnya bukan saja tertolak,
tetapi bisa disebut sebagai menyelisihi Rasulullah.
Ingatlah akan firman Allah : “Falyahdzaril ladzina
yukhaalifuna ‘an amrihii an tushibahum fitnah au yushibahum ‘adzabun alim”. Maka
hendaklah orang-orang yang menyelisishi perintahnya (perintah Rasul) takut akan
mendapat cobaan dan adzab yang pedih. (Q.S an Nuur 63).
Oleh karena itu adalah merupakan kewajiban kita untuk
beribadah sesuai dengan cara yang diajarkan Rasulullah dan mohonlah pertolongan
Allah agar kita diberi petunjuk dan kemudahan dalam melakukan ibadah yang
benar.
Penutup :
Sebagai penutup kami kutipkan penjelasan Imam Ibnul Qayyim tentang adab kita kepada Rasulullah. Beliau Rahimahullah berkata : Adab yang paling tinggi terhadap Rasulullah adalah :
Sebagai penutup kami kutipkan penjelasan Imam Ibnul Qayyim tentang adab kita kepada Rasulullah. Beliau Rahimahullah berkata : Adab yang paling tinggi terhadap Rasulullah adalah :
Pertama : Pasrah menerima apa yang datang dari Nabi.
Kedua : Mematuhi dan menjalankan perintahnya.
Ketiga : Menerima dan membenarkan berita yang datang dari Nabi tanpa
mempertentangkannya dengan khayalan bathil yang diistilahkan masuk akal. Atau
menolaknya dengan syubhat atau keraguan. Atau mengedepankan pendapat orang lain
dan sampah logika mereka diatas berita yang datang dari Rasulullah (Kitab
Madaarijus Saalikin).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar