MEREDAM
MARAH ALA ISLAMI
Oleh :Azwir B. Chaniago
Pendahuluan
Marah adalah sifat bawaan manusia pada umumnya. Ada
yang mampu mengendalikannya tapi ada
juga yang tidak. Dalam marah itu mungkin
ada juga kemashlahatan dan manfaat.
Syaikh Dr. Saleh
al Fauzan, seorang ulama besar Saudi, mengatakan bahwa orang yang tidak bisa
marah, terdapat kekurangan pada dirinya. Jika
pribadi atau urusan dunia kita dihina tentu kita masih mampu menahan marah,
tapi kalau agama kita yang dihina seharusnyalah kita marah.
Wasiat Rasulullah
Salallahu ‘alaihi wassallam
Berkaitan dengan marah, ada sebuah wasiat dari
Rasulullah kepada seorang yang datang minta nasehat. Dari Abu Hurairah, berkata seorang kepada
Rasulullah. Ya Rasulullah : “Berikan aku wasiat”. Beliau menjawab ;”janganlah engkau
marah”. Lelaki itu mengulangi permintaannya (namun) Rasulullah (selalu) menjawab
”janganlah engkau marah”. (H.R Imam Bukhari)
Empat kategori manusia yang marah.
Pertama : Ada orang yang mudah marah
dan mudah melupakan marahnya.
Orang ini cepat meluapkan
emosi, tetapi cepat pula turun marahnya dan melupakannya. Dia suka memaafkan dan selalu meminta maaf atas
keteledorannya. Lebih jauh dikatakan, orang ini sering menyesal setelah marah.
Kedua : Ada orang yang mudah marah dan sulit melupakan marahnya.
Orang tipe ini, sepertinya ada sesuatu yang
perlu diperbaiki dalam dirinya. Sedikit-dikit marah, tapi sulit melupakannya.
Sifat seperti ini sebaiknya tidak dipelihara karena bisa merugikan pergaulan,
kesehatan dan yang lainnya.
Ketiga : Ada orang yang jarang marah dan
sulit melupakan marahnya
Orang ini cukup baik karena
jarang marah. Cuma sayangnya kalau marah dia sulit melupakan kemarahannya. Mungkin saja
pada suatu saat, meskipun sulit, dia akan memaafkan orang yang membuatnya
marah. Namun masih ada ganjalan dalam hatinya. Bisa jadi pula pada satu saat
akan diungkit ungkit lagi. Forgiven but not forgotten katanya. Ya, saya
memaafkan kamu, tapi kesalahanmu tidak akan saya lupakan.
Keempat : Ada orang yang jarang marah
tapi mudah melupakan marahnya
Orang ini lebih baik dari tiga
kategori diatas. Kenapa? Karena jarang marah dalam arti emosinya tidak meluap
setiap saat. Selain itu dia juga gampang melupakan marahnya. Orang ini termasuk
tipe orang yang mau mengerti orang lain dan suka memaafkan.
Terapi Islami meredam amarah
Agama
Islam yang mulia ini telah mengajarkan kita banyak cara dalam meredam marah,
diantaranya adalah :
Pertama : Membaca isti’adzah
Dalam situasi marah, syetan sangat berperan memanas-manasi agar marah seseorang
bisa sampai puncaknya. Bisa bisa tidak terkendali.
Oleh sebab itu, Rasulullah
melalui sebuah hadist shahih mengingatkan; ”Andai ia (orang saling
bertengkar dan saling mencaci itu) mengucapkan: a’udzu billahi minasy syaithanir rajiim, pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya.” (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Kedua : Menahan diri dengan diam
Orang sedang marah hendaknya
menahan diri dengan diam. Jika dia berbicara
bisa-bisa kalimat yang keluar tidak terkendali dan akan menambah masalah.
Namanya juga orang lagi emosi. Diam disini maksudnya adalah bukan sekedar diam
mulut untuk tidak mengatakan sesuatu tapi juga diam anggota badan untuk tidak
melakukan apapun baik terhadap objek kemarahan ataupun yang lainnya.
Rasulullah bersabda:”Barang
siapa marah hendaknya diam”.(HR. Imam Ahmad dari
Ibnu Abbas).
Ketiga : Merubah posisi tubuh.
Merubah posisi tubuh pada saat
marah merupakan salah satu terapi untuk menahan marah. Rasulullah bersabda;”Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri,
hendaknya dia duduk. Kalau belum pergi amarahnya hendaklah dia berbaring”(HR. Imam Ahmad dari Abu Dzarr).
Ini nasehat yang sangat baik untuk kita amalkan. Jangan dibalik.
Sebagian manusia kalau dia marah saat
duduk, maka dia berdiri dan menantang
yang dimarahi. Akibatnya marahnya semakin bertambah. Syaithan semakin senang
dan akan terus mengompori orang yang marah ini.
Keempat : Mengingat keutamaan menahan marah
Salah satu keutamaan menahan marah adalah sebagaimana yang dijelaskan
Rasulullah dalam sebuah hadist;
“Barang siapa menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, Allah
akan memanggilnya dihadapan para makhluk pada hari kiamat untuk memberikan pilihan
bidadari yang ia inginkan”.(H.R.Imam at Tirmidzi))
Kelima :Melazimkan diri menjadi pemaaf.
Seseorang yang melazimkan dirinya untuk memaafkan orang lain, maka dia
akan senantiasa bisa menjaga amarahnya. Orang ini mengetahui bahwa setiap orang
memiliki sikap, karakter dan pola pikir yang berbeda, sehingga berpotensi untuk
menimbulkan marah. Jadi lebih baik dimaafkan saja.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(Orang yang bertakwa adalah) orang yang menafkahkan hartanya dalam keadaan
lapang atau dalam keadaan sempit, menahan amarahnya dan suka memaafkan
kesalahan manusia. Dan Allah menyukai orang orang yang berbuat baik. (Q.S
Ali Imran 134).
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar