HAKIM YANG MENYIMPANG DITEMANI SYAITHAN
Oleh : Azwir B. Chaniago
Kedudukan hakim dalam majlis persidangan
adalah mulia. Perhatikanlah bahwa dalam suatu persidangan di pengadilan sangat
sering kita mendengar perkataan : Bapak hakim yang mulia. Kenapa begitu, iya
karena para hakim adalah penegak kebenaran dan keadilan. Ini adalah tugas
mulia.
Orang orang yang dirampas haknya akan
mendapatkan kembali hak hak mereka yaitu melalui keputusan yang adil dari para
hakim. Hakikatnya para hakim menjadi tumpuan harapan orang banyak untuk
mendapatkan hak haknya dengan adil. Ini termasuk hal penting yang menjadikan para hakim menjadi mulia dan
dihormati.
Tapi ketahuilah bahwa jabatan hakim adalah
sangat berat. Para hakim dan orang yang pernah memiliki jabatan hakim sangat
merasakan bagaimana harus memutuskan
suatu perkara dengan bijak dan dengan seadil adilnya. Selain pertanggung jawaban kepada masyarakatnya para
hakim pasti harus mempertanggung jawabkan keputusannya kepada Allah Ta’ala.
Itulah diantara penyebabnya, wallahu a’lam,
mengapa para ulama terdahulu banyak yang menolak jabatan sebagai hakim atau
qadhi meskipun mereka memiliki ilmu untuk jabatan itu. Bahkan diantara ulama
terdahulu ada yang sampai dihukum oleh
penguasa karena menolak jabatan sebagai hakim.
Perhatikanlah salah satu kisah bagaimana Imam
Abu Hanifah an Nu’man bin Tsabit dicambuk dan dipenjarakan oleh penguasa karena
menolak diangkat menjadi hakim.
Dalam Kitab Tarikh al Bagdadi, sebagaimana
dinukil oleh Syaikh Ahmad Farid dalam kitabnya Min A’lam as Salaf, disebutkan :
Dari Ubaidilah bin Amr, dia berkata : Ibnu Hubairah telah mencambuk Abu Hanifah
dengan cemeti agar dia mau memegang jabatan sebagai hakim akan tetapi dia
menolaknya. Ibnu Hubairah adalah salah seorang petinggi dalam pemerintahan Khalifah
Marwan. Dia bertugas di Irak pada masa Bani Umaiyah.
Diriwayatkan pula bahwa Khalifah al Manshur
berkata : Apakah engkau (Abu Hanifah) mau pada jabatan hakim ?. Abu Hanifah menjawab
: Aku tidak pantas memegang jabatan itu. Al Manshur berkata : Engkau berbohong.
Abu Hanifah menjawab : Berapa banyak khalifah
memintaku untuk menjadi hakim dan aku tidak pantas. Terserah aku
berbohong atau bukan, aku beritahukan kepada engkau bahwa aku tidak pantas.
Al Manshur berkata : Engkau berbohong, engkau
adalah orang yang pantas menjadi hakim. Abu Hanifah menjawab : Bagaimana engkau
menempatkan orang yang berbohong menjadi hakim. Setelah jawaban itulah lalu
khalifah memenjarakan Abu Hanifah.
Lalu seberapa beratkah ancaman atau risiko
yang akan didapat seorang hakim yang tak memenuhi tugasnya dengan lurus ?.
Perhatikanlah hadits berikut ini :
Pertama : Hakim yang menyimpang akan ditemani
syaithan.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, jika hakim menyimpang (dari keadilan) maka syaithan akan menjadi temannya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ مَعَ القَاضِي مَا لَمْ
يَجُرْ، فَإِذَا جَارَ تَخَلَّى عَنْهُ وَلَزِمَهُ الشَّيْطَانُ
Sesungguhnya Allah bersama hakim selama dia tidak menyimpang, jika dia
menyimpang Allah meninggalkannya, dan SYAITHAN MENEMANINYA. (H.R at Tirmizi no. 1331, dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Nah, ketika
seseorang menjadi temannya syaithan maka tempat tinggalnya adalah di neraka
bersama syaithan. Na’udzubillah.
Kedua : Dua golongan hakim di neraka dan satu
golongan di surga.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ، اثْنَانِ فِي النَّارِ، وَوَاحِدٌ فِي
الْجَنَّةِ: رَجُلٌ عَلِمَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي الْجَنَّةِ، وَرَجُلٌ
قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ جَارَ فِي الْحُكْمِ
فَهُوَ فِي النَّارِ
Hakim-hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga : Seorang
hakim yang mengetahui kebenaran, lalu dia memutuskan hukum dengan kebenaran,
maka dia di surga; Seseorang (hakim) yang memutuskan hukum dengan
kebodohan, maka dia di neraka; Dan seorang (hakim) YANG MENYIMPANG DI DALAM KEPUTUSAN, maka dia di neraka. (H.R Ibnu Majah,
no. 2315, at Tirmidzi, no. 1322 dan Abu
Dawud, no. 3573).
Barangkali
dua hadits ini yang telah membuat takut para ulama dan orang shalih terdahulu
untuk memegang jabatan hakim. Meskipun menerima hukuman dari penguasa karena
menolak permintaan penguasa dalam perkara ini. Bahkan adapula yang sengaja
menghilang dan pindah ke negeri lain demi menghindari jabatan hakim di
negerinya.
Lalu kemudian
datang pertanyaan : ADAKAH HAKIM YANG MENYIMPANG DARI KEBENARAN DI NEGERI KITA
INI. Wallahu A’lam. (1.678)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar