MENCEGAH KEMUNGKARAN DILAKUKAN DENGAN
SYARAT
Oleh : Azwir B. Chaniago
Mencegah kemungkaran disyariatkan dalam Islam.
Oleh karena itu orang orang beriman harus berusaha mencegah kemungkaran yang
dilihatnya sesuai dengan kemampuan, posisi dan keadaannya.
Diantara dalilnya adalah :
Pertama
: Al Qur an surat Ali Imran 104
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan
orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan
MENCEGAH DARI YANG MUNGKAR. Dan mereka itulah orang orang yang beruntung.
Makna makruf adalah segala sesuatu perbuatan yang
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, sedangkn mungkar adalah segala perbuatan
yang menjauhkan diri dari Allah Ta’ala.
Kedua : Al Qur an surat al Maidah 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.
Ketiga : Hadits dari Abu Sa’id al Khudri
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
اْلإِيْمَانِ
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu
berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam
bersabda: Siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya,
jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah)
dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (H.R Imam Muslim)
Sungguh mencegah kemungkaran adalah pekerjaan
mulia dan sangat dianjurkan namun demikian tidaklah seorang hamba sembarangan
mencegah kemungkaran kecuali memahami syarat syaratnya. Tentang hal ini
dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin. Beliau berkata :
Pertama
: Engkau telah mengetahui bahwa kemungkaran yang akan dicegah ini berdasarkan
dalil syar’i. Bukan berdasarkan perasaan, kebiasaan, cemburu dan bukan pula
hanya berdasarkan sekilas penglihatanmu bahwa hal itu termasuk mungkar, lalu
dikatakan mungkar. Sebab (bisa jadi) terkadang ada seseorang yang mengingkari
sesuatu yang dianggapnya sebagai kemungkaran padahal sebenarnya makruf.
Kedua
: Engkau telah mengetahui bahwa yang akan diajak bicara ini benar benar telah
terjerumus pada kemungkaran. Jika sebaliknya engkau belum mengetahuinya maka
tidak boleh engkau mengingkarinya.
Sebab jika engkau tetap melakukannya tanpa
mempertimbangkan hal ini berarti engkau terhitung bersikap tergesa gesa. Dan
sebaliknya manusia pun bisa jadi melukai harga dirimu. Maka dari itu engkau
harus mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah benar benar suatu kemungkaran.
Diantara contohnya, apabila engkau melihat
seseorang makan dan minum disiang hari bulan Ramadhan, katakanlah dia ada di
Masjidil Haram, maka engkau tidak boleh langsung saja mengingkarinya sehingga
engkau bertanya kepadanya, apakah dia sedang safar atau tidak. Sebab bisa jadi
dia sedang dalam safar sedangkan musafir dibolehkan makan minum di bulan
Ramadhan. Jadi intinya adalah bahwa engkau harus tahu jika yang akan diingkari
benar benar berada dalam kemungkaran.
Ketiga
: Kemungkaran yang diingkari tidak akan berubah menjadi kemungkaran yang lebih
besar dari yang diingkari. Apabila seperti itu jadinya maka pengingkaran hal
itu menjadi haram hukumnya karena mengubah kemungkaran yang ringan menjadi
kemungkaran yang lebih besar.
Syaikh Utsaimin juga menjelaskan tentang
perkara ini, beliau berkata : Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah rahimahullah
menyebutkan bahwa beliau dan temannya pernah melewati kaum Tatar yang sedang
minum khamr dan melakukan perbuatan buruk lainnya, dan Ibnu Taimiyah tidak
mencegahnya.
Lalu temannya berkata : Kenapa engkau tidak
melarang mereka ?. Dan Ibnu Taimiyah tentu mengetahui kaidah dalam mengingkari
kemungkaran, beliau berkata : Jika aku melarang mereka niscaya mereka akan
menyerang rumah rumah penduduk dan melukai kehormatan mereka. Dan ini tentunya
lebih buruk dari keadaan mereka sebelum diingkari. Anda perhatikan, kata Syaikh
Utsaimin bahwa sikap Ibnu Taimiyah adalah hasil dari kepahaman (beliau)
terhadap agama. (Lihat Syarah Hadits Arba’in an Nawawiyah)
Oleh karena itu jika seseorang ingin mencegah
kemungkaran hendaklah dia berhati hati sehingga keinginannya untuk mencegah
kemungkaran betul betul mendatangkan kebaikan. Insya Allah ada manfaarnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (1.683)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar