TIDAK BOLEH KHAWATIR AKAN
KEHILANGAN RIZKI
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Sebagian orang di zaman ini ada
yang sangat khawatir dengan urusan rizki. Diantaranya adalah : (1) Khawatir
tidak akan mendapat rziki yang cukup. (2) Khawatir kehilangan rizki yang telah
ada.
Ada pula kita dapati orang orang
yang takut meninggalkan pekerjaan atau
bisnisnya yang mengandung syubhat bahkan nyata keharamannya. Mereka khawatir akan kehilangan rizki. Sebagian
mereka berkata : Bagaimana bisa membiayai
diri dan keluarga jika pekerjaan atau bisnis ini ditinggalkan.
Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala berfirman : “Wa ‘asaa an takrahuu syai-an
wa huwa khairul lakum. Wa ‘asaa-an tuhibbuu syai-an wa huwa syarrul lakum.
Wallahu ya’lamu wa antum laa ta’lamuun”. Boleh jadi kamu tidak menyukai
sesuatu padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu pada hal
itu tidak baik bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.
(Q.S al Baqarah 216).
Rasulullah telah mengingatkan pula dengan sabda beliau : “Sesungguhnya jika engkau meninggalkan
sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti dengan yang lebih baik”.
(H.R Imam Ahmad no. 5363, dishahihkan oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali).
Sungguh pada hakikatnya seorang
hamba tidaklah pantas untuk merasa khawatir sedikitpun dalam perkara rizki. Allah
Mahakaya dan Maha Pemberi. Bukankah Allah Ta’ala telah menjamin rizki bagi
makhluk makhluk-Nya. Semua telah tertulis di Lauh Mahfuzh.
Allah berfirman : “Dan
tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) dibumi melainkan semuanya dijamin
Allah rizkinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya.
Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz” (Q.S Hud 6).
Bahkan makhluk yang tidak mampu
mengurus rizkinya pun tetap mendapat jaminan rizki dari Allah. Allah berfirman
: “Dan berapa banyak makhluk bergerak
yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri. Allahlah
yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha
Mengetahui”. (Q.S al Ankabuut 60).
Syaikh as Sa’di berkata : Allah
Ta’ala Sang Pencipta telah menjamin rizki seluruh makhluk, yang kuat maupun
yang lemah. Betapa banyak “binatang
melata”, di muka bumi ini yang lemah kekuatannya, rendah akalnya, “yang tidak dapat membawa (mengurus)
rizkinya sendiri”. Dan tidak pula dapat menyimpannya,
bahkan ia senantiasa tidak dapat dapat membawa rizkinya sedikitpun, namun Allah
terus menyediakan rizki untuknya pada setiap saat sesuai dengan waktunya. (Lihat
Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Jadi dalam hal rizki, kewajiban seorang hamba adalah bagaimana
berusaha mencarinya, bukan memikirkan apakah dia
akan dapat rizki atau tidak. Sungguh kalau Allah Ta’ala Yang Maha Kaya telah
menjamin maka tidaklah patut bagi makhluk-Nya
untuk merasa khawatir akan kehilangan rizki ataupun tidak mendapatkannya.
Imam Ibnul Qayyim, mengingatkan kita agar merenungkan bagaimana
rizki yang diberikan Allah berpindah dari sesuatu yang baik kepada
yang lebih baik.
Kata beliau : Cobalah renungkan. Pada waktu seorang hamba
masih berada dalam kandungan ibunya, diberi rizki oleh Allah melalui satu jalan
saja yaitu melalui tali pusarnya.
Setelah lahir kedunia maka rizki melalui satu jalan tadi
yaitu tali pusar ini dipotong. Dengan demikian putuslah pula rizkinya. Tapi dengan kasih sayangNya pula, rizki yang
satu jalan ini diganti oleh Allah dengan rizki dari dua jalan yaitu dua saluran
asi dari ibunya, yaitu minuman yang
segar dan lezat. Ini adalah rizki atau
makanan terbaik bagi si bayi.
Selanjutnya, apabila seorang bayi telah berakhir masa penyusuannya, maka sudah
tertutup baginya rizki dari dua jalan saluran
asi ini. Tapi Allah telah
mempersiapkan rizkinya melalui empat jalan. Dua jalan berupa minuman yaitu air
segar dan susu dan dua jalan berupa makanan yaitu dari tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Kemudian, setelah pintu rizki yang empat macam ini ditutup
tersebab datangnya ajal, Allah bukakan
lagi kenikmatan baru dan jauh lebih hebat dari rizki dan kenikmatan yang
lalu yaitu delapan pintu surga. Dan orang yang beriman dan bertakwa boleh
memilih dari pintu mana saja dia mau masuk. (Lihat Fawaidul Fawaid).
Oleh karena itu kewajiban seorang hamba adalah berusaha
mencari rizki yang halal dan membelanjakannya pada perkara perkara yang Allah
Ta’ala ridha. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (967)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar