MEMERIKSA KEIKHLASAN DIRI DALAM BERIBADAH
Disusun oleh : Azwir B. Chaniago
Kewajiban paling utama hamba hamba Allah adalah untuk mengabdi, menyembah dan beribadah kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Aku tidak menjadikan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzariyat 56).
Nah, ketika beribadah kepada-Nya, maka hamba hamba Allah haruslah melakukan yang terbaik sebagaimana yang disyariatkan. Salah satu syarat penting yang harus diingat oleh hamba hamba Allah dalam beribadah atau melakukan amal shalih adalah MENJAGA KEIKHLASAN. Ingatlah firman Allah :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Pada hal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah DENGAN IKHLAS mentaati-Nya semata mata karena (menjalankan) agama dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S al Baiyinah 5).
Oleh karena itu hamba hamba Allah hendaklah menjaga KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH ATAU MELAKUKAN AMAL SHALIH. Hakikatnya seseorang bisa melihat, mengetahui atau mendeteksi apakah sudah ikhlas dalam beribadah. Paling tidak ada empat cara yang bisa dilakukan seseorang untuk mendeteksi, memeriksa dirinya apakah dia TELAH SUNGGUH SUNGGUH BERUSAHA UNTUK IKHLAS DALAM BERIBADAH, diantaranya adalah dengan mengajukan pertanyaan :
Pertama : Apakah saya selalu berusaha menyembunyikan amal shalih yang saya lakukan, kecuali yang memang tidak bisa disembunyikan.
Ini memang perkara yang sulit kecuali bagi orang orang yang diberi petunjuk, karena ada kecenderungan dalam diri manusia untuk senang jika amalnya diketahui orang banyak. Hatinya akan sangat gembira jika banyak orang mengetahui dan membicarakan amalnya sehingga merasa tersohor.
Kita mengetahui bahwa sebagian manusia terkadang tertipu dengan amal shalihnya, diantaranya adalah orang orang yang bersemangat membelanjakan hartanya di jalan Allah seperti membangun rumah ibadah, membangun gedung gedung pesantren dan apa saja yang secara fisik terlihat dengan jelas dimata orang banyak.
Selain itu dia juga sangat suka menafkahkan hartanya untuk membantu orang orang miskin, anak anak yatim dan orang yang kesulitan. Dia infakkan hartanya berupa uang, membeli makanan, pakayan dan yang lainnya untuk orang orang yang membutuhkan. Ini semuanya tentu TERMASUK PERBUATAN YANG SANGAT BAIK DAN TERPUJI.
Cuma terkadang pada waktu menyerahkan bantuan atau santunan itu dia undang orang orang yang akan mendapat santunan itu beramai ramai datang kerumahnya atau ke suatu gedung pertemuan. Dibuatlah acara dalam rangka menyerahkan santunan tersebut. Padahal jika dia mau tentu amalan ini bisa disembunyikan atau paling tidak hanya diketahui oleh segelintir orang saja.
Kedua : Apakah dalam beramal saya tidak terpengaruh oleh pujian manusia.
Ketahuilah orang yang ikhlas dalam beribadah hanya berharap penilaian Allah Ta’ala dan tidak terpengaruh dengan penilaian manusia. Dia selalu sibuk menjaga hatinya agar mendapatkan ridha Allah dalam semua amal shalihnya. Sungguh pujian dan sanjungan manusia tidaklah akan merubah hakikat kita di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui apa yang nampak dan tersembunyi.
Orang lain mungkin terkadang terpedaya dengan penampilan kita… dengan indahnya perkataan kita… takjubnya dengan tulisan-tulisan kita…lalu memberikan pujian. Sebenarnya kitalah yang lebih tahu tentang hakikat diri kita yang penuh dosa dan sangat sedikit melakukan amal shalih.
Imam Ibnul Qayyim mengingatkan bahwa pujian adalah salah satu musuh ikhlas dalam beramal. Sifat suka dipuji kata beliau bila bercampur dengan ikhlas maka yang satu akan membunuh yang lain.
Ibarat api dicampur dengan air, tidak akan pernah bersatu. Kalau apinya besar akan membunuh air dan kalau airnya besar akan membunuh api. Sifat suka dipuji jika bercampur dengan ikhlas adalah seperti juga biawak bercampur dengan ikan, yang satu akan membunuh yang lain. Kalau ikannya lebih besar akan membunuh biawak dan kalau biawaknya lebih besar maka akan membunuh ikan. (Fawaidul Fawaid, dengan diringkas).
Selain itu, penting untuk diketahui bahwa kemuliaan seorang hamba tidak datang bersama pujian tapi kemuliaan itu datang dengan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman : “Inna akramakum ‘indallahi atqaakum” Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (Q.S al Hujurat 13).
Ketiga : Apakah saya suka merenung sejenak sebelum melakukan amal shalih untuk memeriksa keikhlasan saya.
Ini perkara yang sangat penting untuk menjaga keikhlasan dalam beribadah. Berhentilah barang dua tiga detik untuk memeriksa dan meluruskan niat sebelum melakukan amal apapun seperti berjalan menuju masjid untuk shalat, membaca al Qur an, bersedekah, menyusun tulisan ilmiah, memberi komentar yang baik di medsos, menjawab pertanyaan dan yang lainnya.
Tanyakan kepada diri kenapa saya melakukan ini kenapa saya tidak melakukan itu dan lain sebagainya. Apakah semua karena Allah Ta’ala dan dalam rangka mencari ridha-Nya saja atau ada tujuan lain yang tampak ataupun tersembunyi.
Agaknya kita perlu merenungkan atsar berikut ini. Ada seseorang yang berkata kepada Nafi’ bin Jubair : Apakah engkau tidak menghadiri janazah ?. Maka beliau menjawab : Tetaplah di tempat mu hingga aku berniat. Lalu beliau berfikir sejenak dan berkata, mari kita jalan (untuk menghadiri janazah). Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam.
Keempat : Apakah saya melakukan amal shalih untuk tujuan harta, jabatan atau popularitas yang sifatnya duniawi.
Ketahuilah bahwa jika seseorang melakukan amal shalih untuk tujuan yang sifatnya duniawi maka dia akan sulit untuk menjaga keikhlasan. Kalau seseorang beramal dengan tujuan duniawi seperti harta, jabatan popularitas dan yang lainnya maka dia akan memperoleh bagiannya di dunia tapi dia kehilangan bagiannya di akhirat. Allah Ta’ala berfirman :
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan (balasan) dengan sempurna atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka dan sia sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S Huud 15-16).
Syaikh as Sa’di berkata : Orang yang sengsara ini, yang sepertinya hanya dia diciptakan untuk dunia saja, “niscaya Kami berikan (balasan) dengan sempurna atas pekerjaan mereka di dunia” maksudnya Allah memberi mereka sesuatu yang telah dibagikan kepada mereka di Ummul Kitab berupa balasan dunianya. “Dan mereka di dunia tidak akan dirugikan”. (maknanya adalah) tidak sedikitpun dari sesuatu yang telah ditakdirkan untuknya akan dikurangi. Akan tetapi (dunia) ini adalah puncak nikmat mereka. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (2.195).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar