ADAB BEKERJA MENCARI RIZKI YANG HALAL
Oleh : Azwir B. Chaniago
Syariat Islam sangatlah menganjurkan bahkan mendorong umatnya
untuk berusaha atau pun bekerja untuk mendapatkan rizki yang halal dan baik.
Sungguh rizki adalah penopang untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Selain itu
adalah juga untuk menjaga diri agar tidak jatuh pada kehinaan karena meminta
minta.
Diantara firman Allah dan sabda Rasulullah dalam hal bekerja
atau mencari nafkah adalah :
Pertama : “Dan sungguh Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami
sediakan (sumber) penghidupan untukmu. Tapi sedikit sekali kamu bersyukur”.(Q.S
al A’raf 10)
Kedua : “Wa ja’alnaa sirajau wah-haajaa”. Dan Kami menjadikan siang
untuk mencari penghidupan. (Q.S an Naba’ 11)
Ketiga : “Apabila shalat telah dilaksanakan maka bertebaranlah kamu di muka
bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak banyak agar kamu
beruntung”. (Q.S al Jumu’ah 10)
Keempat : Rasulullah bersabda : “Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih
baik daripada hasil usahanya sendiri. Sungguh Nabi Dawud, beliau makan dari
hasil jerih payah tangannya”. (H.R
Imam Bukhari).
Oleh karena itu seorang hamba hendaklah berusaha atau bekerja
untuk mendapatkan rizki yang diperlukan guna membiayai diri dan keluarganya.
Rizki yang ingin didapatkan tentulah yang berasal dari sumber yang halal dan
baik. Untuk itu maka seorang yang
bekerja atau pekerja haruslah mengamalkan adab dalam bekerja.
Beberapa diantaranya adalah :\
Pertama : Bekerja pada
bidang kegiatan yang halal.
Ketahuilah bahwa nikmat apapun yang diperoleh manusia
adalah dari Allah Ta’ala datangnya. Allah
berfirman : “Wa maa bikum min ni’mati fa minallah”. Dan segala
nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. (Q.S an Nahl 53).
Allah
Ta’ala juga berfirman : “Innallah huwar razaqu dzul quwaatil matiin”. Sesungguhnya
Allah, Dia-lah Pemberi Rizki Yang Maha Mempunyai Kekuatan Sangat Kokoh. (Q.S adz Dzariyat 58).
Rizki
yang telah disediakan Allah hendak dijemput dengan cara halal yaitu melalui
usaha atau pekerjaan yang halal. Sungguh seorang beriman dituntut untuk makan
dari hasil usaha yang baik.
Allah
berfirman : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu kuluu min thaiyibaati maa razaqnaa
kum wasykuruu lillahi inkuntum iyyaahu ta’buduun”. Wahai orang orang yang
beriman !. Makanlah dari rizki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. (Q.S al
Baqarah 172).
Sungguh
rizki yang berasal dari yang haram akan jauh dari berkah bahkan bisa
membinasakan. Rasulullah bersabda : “Innahu laa yadkhulul jannata lahmun wa
damun nabata ‘ala suhtin naaru aulaabih”. Sesungguhnya tidak akan masuk
surga daging dan darah yang tumbuh dari harta haram, neraka lebih berhak/patut
baginya. (H.R Imam Ahmad, Ibnu Hiban dan al Hakim).
Kedua
: Selalu menjaga amanah dalam bekerja.
Ada
sementara pengusaha yang mengatakan :
Saat ini, mencari pekerja yang berpendidikan dan ahli di satu bidang
pekerjaan tidaklah terlalu sulit tetapi untuk mendapatkan seorang yang amanah
sangatlah sulit. Mungkin perkataan ini ada benarnya. Perhatikanlah berapa
banyak, tentu tidak semua, para pekerja tidak amanah. Mereka melakukan
perbuatan tercela dengan merugikan perusahaan atau instansi tempat dia bekerja.
Ketahuilah
bahwa salah satu sifat mulia yang harus ada pada diri seorang beriman adalah
menjaga amanah dan janji janjinya. Allah berfirman : “Walladzina hum li
amaanaatihim wa ahdihim raa’uun”. Dan orang orang yang memelihara amanah
amanah (yang dipikulnya) dan janjinya. (Q.S al Mu’minun 8).
Sungguh
tentang amanah, Allah Ta’ala telah mengingatkan orang beriman dalam firman-Nya
: Wahai orang orang yang beriman !. Janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanah amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui.
(Q.S al Anfal 27).
Syaikh as Sa’di berkata :
Barangsiapa menunaikan amanat, maka dia berhak mendapatkan pahala yang besar
dari Allah. Dan barangsiapa mengkhianatinya dan tidak menunaikannya, maka dia
berhak mendapatkan adzab yang keras dan dia menjadi pengkhianat Allah,
Rasulullah dan amanatnya itu sendiri. Dia menodai dirinya sendiri karena dia
telah mengambil sifat terburuk dari ciri terjelek yaitu khianat serta
mengabaikan sifat yang paling baik dan sempurna yaitu (menunaikan) amanat. (Tafsir Taisir Karimir Rahman)
Rasulullah
juga mengingatkan tentang kewajiban menunaikan amanah : “Addil amaanata ila
mani’tamannaka wa laa wa laa takhun man khaanakan”. Tunaikan amanah kepada
orang yang meng amanahkan kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati orag yang
mengkhianatimu. (H.R at Tirmidzi,
dishihkan oleh Syaikh al Albani)
Termasuk
juga dalam hal menjaga amanah adalah sungguh sungguh dalam bekerja. Rasulullah
bersabda : “Inallaha yuhibbu idzaa ‘amila ahadukum ‘amalan an yutqinah”. Sesungguhnya
Allah Mencintai jika salah seorang di antara kalian mengerjkan pekerjaan
kemudian di membaguskan pekerjaannya. (Lihat ash Shahihah 1113).
Syaikh
Utsaimin mengingatkan : (Surat al Muthaffifin ayat
1-3), meskipun berkaitan erat dengan
kecurangan dalam takaran dan timbangan, hanya saja seorang buruh atau pegawai
jika ia menginginkan gajinya utuh namun dia datang kerja terlambat atau pulang
lebih awal (tidak amanah dalam jam kerja, pen.), ia termasuk muthaffifin yang
diancam dengan neraka wail. Sebab jika gajinya dikurangi satu rial saja pasti
dia akan berkata : Kok gaji saya dikurangi ?.
Ketahuilah bahwa tidak amanah atau
mengkhianati amanah adalah salah satu sifat orang munafik. Rasulullah bersabda
: “Ayatul munafiqiina tsalatsa, idza hadatsa
kadziba, idza wa’ada akhlafa, wa idza utmina khaana”
Tanda orang munafik ada tiga , bila berkata dusta (tidak jujur), bila berjanji
mengingkari dan bila diberi amanah ia khianat (Mutafaq ‘alaihi).
Ketiga
: Tidak lalai dengan kewajiban agama.
Ada
yang bertanya mungkinkah seseorang mendapat rizki yang halal jika dia bekerja
pada usaha yang halal tapi melalaikan
kewajiban beribadah ?. Pertanyaan ini bisa kita jawab masing masing.
Diantara
contohnya adalah amat sering kita lihat orang orang yang melalaikan shalat
karena kesibukannya dalam bekerja. Meskipun dia telah mendengar suara adzan
belum tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan shalat dengan berbagai alasan.
Misalnya : Ah ini pekerjaan sedikit lagi baiknya diteruskan dulu. Waktu shalat
itu kan panjang dan berbagai alasan lainnya.
Dalam
hal ini perhatikanlah peringatan Allah dalam firman-Nya : “Maka datanglah
sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan”. (Q.S
Maryam 59).
Oleh karena itu seorang muslim yang bekerja maka dituntut baginya agar
memperhatikan niatnya serta adab adab dalam bekerja sehingga bekerjanya bukan
hanya mendatangkan rizki yang halal tapi juga menjadi ibadah yang bernilai di
sisi Allah Ta’ala.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (1.237).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar