TAK BOLEH MELUPAKAN KEWAJIBAN TERHADAP
HARTA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sungguh semua nikmat yang
kita peroleh adalah dari Allah Ta’ala. Allah berfirman : “Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya)
dari Allah”. (Q.S an Nahl 53)
Dan nikmat itu sangatlah banyak jenis
dan jumlahnya, sehingga tak ada yang mampu menghitungnya. Allah berfirman : “Dan
jika kalian menghitung nikmat Allah maka engkau tidak akan mampu menghitungnya”.
(Q.S Ibrahim 34).
Kewajiban kita
adalah bersyukur terhadap semua nikmat itu. Allah berfirman : “Dan (ingatlah)
ketika Rabbmu memaklumkan sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika
kamu mengingkari (nikmatKu) maka sesungguhnya azabKu amat pedih”.
(Q.S Ibrahim 7).
Nikmat yang Allah anugerahkan kepada hamba hamba-Nya
adalah juga berupa harta. Ketahuilah bahwa ada kewajiban bagi
hamba-hamba Allah terhadap hartanya yaitu membelanjakannya di jalan Allah,
diantaranya :
Pertama : Paling utama
harta harus digunakan untuk memberi nafkah yang wajib kepada keluarga dan ini
diberikan sesuai kemampuan serta mencukupi istri dan anak-anaknya. Allah Ta’ala
berfirman :
لِيُنْفِقْ
ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا
آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ
اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah
menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Q.S ath Thalaq 7)
Perlu juga diketahui bahwa mencari nafkah bisa
mendatangkan pahala jika si pencari nafkah (suami) mengharap ridha Allah ketika
mencarinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكَ
لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا
، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ
“Tidaklah nafkah yang engkau cari untuk
mengharapkan wajah Allah kecuali engkau akan diberi balasan karenanya, sampai
apa yang engkau masukkan dalam mulut istrimu.” (HR. Bukhari no. 56)
Kedua : Setelah itu
jika ada kelebihan harta jangan lupakan untuk menyalurkan harta tersebut pada
sedekah yang wajib yaitu zakat yang diserahkan pada orang yang berhak menerima.
Ini dilakukan jika memang telah memenuhi nishab (ukuran minimal zakat) dan
telah sampai satu haul (satu tahun).
Di zaman ini banyak manusia yang melupakan kewajiban
ini jangan sampai dilupakan oleh orang yang punya kelebihan harta. Kewajiban
ini tentu saja lebih didahulukan dari infak lainnya yang hukumnya di bawah
wajib. Dengan membayar zakat inilah sebab datangnya banyak kebaikan. Sebaliknya,
enggan membayar zakat bisa mendatangkan berbagai musibah dan hilangnya berbagai
keberkahan.
Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَمْ يَمْنَعْ قَوْمٌ زَكَاةَ
أَمْوَالِهِمْ إِلا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ , وَلَوْلا الْبَهَائِمُ
لَمْ يُمْطَرُوا
.
“Jika suatu kaum enggan mengeluarkan zakat
dari harta-harta mereka, maka mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari
langit. Sekiranya bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak
diberi hujan.” (H.R ath Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir. Dishahihkan oleh
Syaikh al Albani.
Ketiga : Sungguh
sangatlah dianjurkan untuk banyak berinfak dan bersedekah di jalan-jalan
kebaikan lainnya. Dengan ini semua akan membuat harta akan selalu
bertambah dengan berlipat ganda dan menjadi lebih berkah.
Allah berfirman : “Perumpamaan orang yang menginfakkan
hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai,
pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang
Dia kehendaki dan Allah Mahaluas dan Maha Mengetahui”. (Q.S al Baqarah 261)
Sungguh ayat ini dengan sangat terang
menjelaskan bahwa Allah melipat gandakan harta orang orang yang berinfak di
jalan-Nya sampai tujuh ratus kali lipat bahkan bisa jadi lebih dari itu.
Tentang pelipat gandaan pahala berinfak juga
dijelaskan dalam sabda Rasulullah
Salallahu “alaihi wasallam : “Man anfaqa nafaqatan fii sabiilillahi,
kutibat lahu sab’a mi-ati dhi’fin” Barangsiapa yang berinfak di jalan
Allah, maka dicatat baginya tujuh ratus kali lipat. (H.R Imam Muslim).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman: Berinfaklah
wahai anak Adam, niscaya Aku berinfak kepadamu. (Muttafaq 'alaih).
Maknanya adalah Aku beri ganti yang lebih baik
untukmu. Ini selaras dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan,
maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya”.
(Q.S Saba' 39).
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Asma` bintu Abi Bakar radhiyallahu
‘anha : “Anfiqii wa laaa tuhshii fa yuhshiyallahu ‘alaiki” Berinfaklah,
janganlah engkau menahan diri, akibatnya Allah akan memutus (berkah) darimu”.
(H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim dan juga selainnya).
As Sindi
memaknai hadits di atas dengan mengatakan : “Janganlah engkau menahan apa yang
ada di tanganmu, akibatnya Allah akan mempersulit pintu-pintu rizki. Dalam
hadits ini terkandung pengertian, bahwa kedermawanan akan membuka pintu rizki,
dan kikir adalah sebaliknya. (Hasyiyah as Sindi ’ala Sunan an Nasa’i).
Al
Mubarakfuri berkata : Hadits ini menunjukkan, bahwa sedekah meningkatkan harta
dan menjadi salah satu penyebab keberkahan dan pertambahannya; dan (menunjukkan
pula), kalau orang yang bakhil, tidak bersedekah, (maka) Allah mempersulit
dirinya dan menghambat keberkahan pada harta dan pertambahannya. (Tuhfatul
Ahwadi)
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (1.227)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar