KELIRU JIKA
BANYAK ILMU DIKETAHUI TAPI SEDIKIT DIAMALKAN
Disusun oleh : Azwir
B. Chaniago
Sungguh belajar ilmu
dalam syariat Islam adalah wajib hukumnya sebagaimana disebutkan dalam sabda
Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap muslim. (H.R Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Hakikatnya bolehlah
kita bergembira karena : (1) Di zaman ini sangat banyak fasilitas dan
kesempatan untuk belajar ilmu, yaitu duduk di majlis ilmu, membaca buku buku
untuk belajar ilmu syariat dan ada kesempatan yang luas untuk belajar ilmu
melalui medsos dan yang lainnya. (2) Kita menyaksikan sangatlah banyak saudara saudara kita yang bersemangat belajar
ilmu syar'i.
Sungguh, ketika seseorang telah belajar maka
dia akan memiliki ilmu sedikit atau banyak sesuai dengan kadar kesungguhan dan kegiatannya dalam
mencari dan belajar ilmu. Ketahuilah bahwa tujuan paling pokok MENCARI ILMU AGAMA
ADALAH UNTUK DIAMALKAN.
Tentang kewajiban
mengamalkan ilmu, ada beberapa nasehat dari ulama ulama terdahulu, diantaranya
disebutkan dalam kitab HILYATUL AULIYA' :
Pertama : Imam Malik bin
Dinar.
Beliau memberi nasehat :,Barangsiapa
yang mencari ilmu (agama) untuk diamalkan, maka Allah akan terus memberi taufik
padanya. Sedangkan barangsiapa yang mencari ilmu, bukan untuk diamalkan, maka
ilmu itu hanya sebagai kebanggaan (membuatnya sombong).
Kedua : Abdul Wahid bin Zaid.
Beliau berkata : Barangsiapa
mengamalkan ilmu yang telah ia pelajari, maka Allah Ta'ala akan membuka untuknya hal yang sebelumnya ia
tidak mengetahui.
Ketiga : Syaqiq al Balkhi.
Beliau berkata : Masuk dalam
amalan hendaklah diawali dengan ilmu. Lalu terus mengamalkan ilmu tersebut
dengan bersabar. Kemudian pasrah dalam berilmu dengan ikhlas. Siapa yang tidak
memasuki amal dengan ilmu, maka ia jahil.
Keempat : Abdul
Wahid bin Zaid.
Beliau berkata : Barangsiapa
mengamalkan ilmu yang telah ia pelajari, maka Allah Ta'ala akan membuka untuknya hal yang sebelumnya ia
tidak tahu.
Sungguh, ilmu dipelajari
adalah untuk diamalkan. bukan hanya
sekedar menambah wawasan dan kepintaran, apalagi jika diniatkan untuk berbangga
bangga dan membodoh bodohi orang lain.
Ketahuilah bahwa di akhirat kelak yang akan ditimbang adalah AMAL BUKAN ILMU.
Allah Ta'ala berfirman :
وَنَضَعُ
الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ
وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا
حَاسِبِينَ
Dan Kami
akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun
yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji sawi pun,
pasti Kami akan mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan. (Q.S al
Anbiya’ 47).
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Mizan
atau timbangan adalah alat untuk mengukur sesuatu berdasarkan berat dan ringan.
Adapun mizan di akhirat adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat
UNTUK MENIMBANG AMALAN HAMBA-NYA. (Syarah Lum’atul I’tiqaad).
Cuma saja banyak orang telah
belajar dan memperoleh ilmu tetapi
keliru, karena banyak ilmu yang dimiliki tetapi pengamalannya sangat sedikit. Diantaranya, banyak yang tahu keutamaan shalat sunnah tetapi tidak banyak yang
mengamalkannya. Banyak yang tahu keutamaan puasa sunnah tetapi tidak banyak
banyak yang mengamalkannya. Banyak yang tahu keutamaan membaca doa keluar rumah
tetapi tidak banyak yang mengamalkannya. Wallahu A'lam. (3.062)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar