PERKARA YANG
MEMBUAT TERHAPUSNYA PAHALA AMAL
Oleh : Azwir B. Chaniago
.
Seorang hamba
selalu berusaha melakukan amal shalih dengan landasan iman sebagai bekal bahkan
syarat untuk bisa mendapatkan surganya
Allah. Allah berfirman :
Pertama : “Wa
basysyiril ladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaati anna lahum jannatin tejrii
min tahtihal anhaar” . Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang
yang beriman dan beramal shalih bahwa untuk mereka (disediakan) surga surga
yang mengalir dibawahnya sungai sungai. (Q.S al Baqarah 25)
Kedua : “Yaquuluuna
salaamun ‘alaikum udkhulul jannata bimaa kuntum ta’maluun”. Mereka (para
malaikat) berkata : Salaamun ‘alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang
telah kamu amalkan. (Q.S an Nahal 32)
Oleh karena
itu seorang hamba yang telah melakukan amal
shalih maka dia akan berhati hati menjaganya agar betul betul bisa menjadi
bekal untuk dibawa ke negeri akhirat kelak. Ketahuilah bahwa sangatlah banyak
penyebab terhapusnya amal shalih seorang hamba, diantaranya adalah :
Pertama : Menyebut nyebut kebaikan atau berlaku riya.
Seorang
yang melakukan amal shalih, haruslah dengan tujuan mencari ridha Allah Ta’ala.
Bukan karena tujuan lain. Inilah yang disebut sebagai beramal dengan ikhlas.
Sungguh
Allah telah mengingatkan hamba hamba-Nya untuk beramal dengan ikhlas,
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : : “Wama umiruu
illa liyabudullaha mukhlishina lahuddin, hunafa’a wayuqimush shalata
wayu’tuzakata wadzalika dinul qaiyimah”. Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (Q.S. Al Baiyinah 5).
Syaikh
as Sa’di menjelaskan bahwa memurnikan ketaatan kepadaNya bermakna mencari Wajah Allah dalam seluruh
ibadah baik yang zhahir maupun yang bathin serta ingin mendekat disisi-Nya. (Tafsir Karimir Rahman).
Ketahuilah
bahwa jika seseorang beramal bukan karena mencari wajah Allah tetapi untuk
selain-Nya maka dia jatuh kepada sifat riya. Sifat riya dalam beramal shalih adalah
kerugian besar karena bisa menghapus amal.
Allah
berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman !. Janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang
itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Q.S al Baqarah 264).
Syaikh
Muhammad Shalih al Utsaimin berkata : Ia (orang yang riya) melakukan ketaatan
kepada Allah Ta’ala hanya ingin mengambil perhatian orang lain dan agar
mendapat nama di tengah tengah masyarakat, bukan untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Ia bersedekah karena ingin dikatakan dermawan, menyempunakan shalatnya
agar orang mengatakan shalatnya bagus dan lain lain. Seharusnya ibadah hanya
untuk Allah akan tetapi menginginkan dengan itu pujian dari orang lain. Mereka
mendekatkan diri kepada manusia dengan cara melaksanakan ibadah kepada Allah
Ta’ala. Seperti inilah yang disebut riya. (Tafsir Juz ‘Amma).
Kedua : Meninggikan suara diatas suara
Nabi.
Rasulullah
adalah wajib untuk dicintai dan dihormati. Kita wajib pula beradab dan berlaku
sopan kepada beliau bahkan para sahabat diperintahkan untuk berkata lembut
kepada beliau.
Allah
memperingatkan tentang hal itu dalam
firman-Nya : “Ya aiyuhal ladzina aamanuu laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa
shautin nabiyyi, walaa tajharuu lahuu bilqauli kajahri ba’dhikum liba’din, an
tahbatha a’malukum wa antum laa tasy’uruun”. Wahai orang orang yang
beriman. Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara
keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti
(pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al
Hujuurat 2)
Syaikh
as Sa’di berkata : Ini adalah adab terhadap Rasulullah ketika berbicara dengan
beliau. Artinya orang yang berbicara dengan Rasulullah tidak boleh meninggikan
suaranya melebihi suara Rasulullah. Tidak boleh mengeraskan suara dihadapan
Rasulullah. Ketika berbicara dengan beliau suara harus dilirihkan dengan sopan,
lembut seraya mengagungkan dan memuliakan beliau karena Rasulullah bukanlah
seperti salah seorang dari kalian.
Untuk
itu bedakanlah ketika berbicara dengan beliau sebagaimana kalian membedakan hak
haknya terhadap umatnya. Kalian wajib mencintainya dengan sebenar benar
kecintaan dimana keimanan tidak bisa sempurna tanpanya. Tanpa melaksanakan hal
itu dikhawatirkan akan bisa menggugurkan amalan seorang hamba sedangkan dia
tidak merasa. (Kitab Taisir Tafsir Kariimir Rahman).
Kita
yang hidup di zaman ini tentu tidaklah ada kesempatan berbicara dengan
Rasulullah secara langsung sehingga terhindar
dari meninggikan suara dalam berbicara dengan beliau. Tetapi ternyata ada sebab lain yang mungkin
kita lakukan melebihi dari meninggikan suara ketika berbicara dengan
Rasulullah.
Imam
Ibnul Qayyim mengingatkan : Apabila
mengangkat suara lebih tinggi daripada
suara beliau itu menjadi sebab terhapusnya amalan, lantas bagaimana dengan
orang orang yang mendahulukan akal mereka, perasaan mereka, politik mereka atau
pengetahuan mereka daripada ajaran yang beliau
bawa dan mengangkat itu semua
diatas sabda sabda beliau. Bukankah itu semua lebih pantas lagi untuk
menjadi sebab terhapusnya amal mereka. (Adh Dhau’ al Munir ‘ala Tafsir)
Ketiga
: Terhapus karena melakukan kesyirikan.
Melakukan
kesyirikan merupakan penyebab paling utama yang membuat amal seorang hamba
terhapus karena dia telah menjadikan sesuatu sebagai tandingan bagi Allah
Ta’ala. Allah Ta’ala telah memperingatkan manusia untuk tidak membuat tandingan
terhadap-Nya. Allah berfirman : “Fa laa
taj’alu lillahi andaadan wa antum ta’lamuuun”. Maka janganlah kamu
mengadakan tandingan tandingan bagi Allah, pada hal kamu mengetahui. (Q.S al
Baqarah 22).
Syaikh
as Sa’di berkata : Bahwasanya Allah tidak memiliki sekutu. Tidak pula kesamaan,
tidak pada penciptaan, rizki dan pengaturan, tidak pula pada pengaturan, tidak
pula pada peribadahan dan kesempurnaan. Lalu bagaimanakah kamu menyembah tuhan
tuhan lain bersama-Nya padahal kalian mengetahuinya. Hal ini adalah merupakan perkara yang paling
mengherankan dan yang paling bodoh. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan
bahwa amal Rasulullah dan para Nabi
sebelum beliau akan terhapus jika melakukan kesyirikan apalagi
amal amal kita. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan sungguh telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi nabi) yang sebelummu : Sungguh jika engkau
mempersekutukan (Allah). niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau
termasuk orang yang rugi” (Q.S az Zumar 65).
Oleh
karena itu, sungguh sangatlah merugi seseorang yang telah beramal tetapi sia
sia atau terhapus karena tidak dijaga dengan baik. Tidak menjauhi perbuatan
yang bisa menghapus amalnya. Akibatnya dia
menjadi orang yang merugi di akhirat kelak. Wallahu A‘lam (1.052).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar