MENYIKAPI PUJIAN DAN CELAAN DENGAN TAWADHU
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Kalau kita amati ternyata tidak ada
manusia yang tidak pernah dipuji dan sebagaimana juga tidak ada yang tidak
pernah dicela. Itulah bagian dari dinamika kehidupan manusia di dunia. Pujian (kebaikan ?) dan celaan (keburukan ?) adalah merupakan
bagian dari ujian atau cobaan yang didatangkan Allah Ta’ala kepada hamba
hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman : “Setiap yang bernyawa akan merasakan
mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya
kepada Kami”. (Q.S al Anbiyaa’ 35).
Ketahuilah bahwa pujian tidak
selalu bermanfaat dan celaan tidak selalu mendatangkan mudharat bagi seorang
hamba. Oleh karena itu seorang hamba
akan berusaha menyikapi semua pujian dan celaan dengan bijak sehingga terhindar
dari keburukannya. Perhatikanlah betapa bijaknya para ulama terdahulu menyikapi
pujian ataupun celaan yang datang kepadanya.
Pertama : Imam Yahya bin Ma'in
(wafat tahun 233 H). Beliau adalah seorang ahli hadits. Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Imam Abu Dawud pernah belajar hadits kepada beliau.
Pada satu kali beliau dihina dan
dicela oleh tetangganya. Lalu beliau menangis dan membanarkan celaan itu dan
berkata : Dia benar.. siapalah aku.. aku
tidak ada apa apanya. (Siyar an Nubala)
Jadi ketika dicela, beliau malah mengatakan sipencela itu benar,
seolah olah beliau berkata aku pantas dicela dan dihina. Pada beliau sebenarnya
adalah orang yang layak untuk mendapatkan pujian dan dimuliakan. Itulah salah
satu bukti ketawadhu-an seorang ulama besar.
Kedua : Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah (wafat tahun 728 H). Beliau adalah ulama besar dizamannya. Diantara
murid terbaik beliau adalah Imam adz Dzahabi, Imam Ibnul Qayyim dan Imam Ibnu
Katsir.
Imam Ibnul Qayyim menceritakan
bahwa Ibnu Taimiyah pernah dipuji seseorang dihadapannya. Lalu dengan rendah hati beliau berkata : Aku sendiri sampai sekarang masih berusaha
memperbaiki keimananku. Keislamanku belum bagus. (Madarijus Salikin).
Begitulah sikap bijak dan tawadhu
yang ditunjukkan oleh dua orang ulama besar sehingga beliau terbebas dari
keburukan pujian dan celaan.
Lalu bagaimana dengan orang orang
dizaman ini. Banyak diantara kita yang menginginkan pujian manusia dan akan
marah besar jika ada yang berani mencelanya. Padahal, tidaklah pujian manusia
mendatangkan kemuliaan bagi seseorang dan celaan tidak pula mendatang kehinaan.
Kalaupun ada, itu sifatnya sangatlah sementara bahkan semu. Jadi tak perlu
dihiraukan.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (1.055)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar