Jumat, 31 Mei 2024

BERAGAM KEADAAN HATI MANUSIA

 

BERAGAM KEADAAN HATI MANUSIA

 Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

 

Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah membagi  hati manusia menjadi tiga keadaan yaitu :

Pertama : Hati yang sehat disebut juga dengan hati yang selamat (qalbun salim). Dia selamat karena dia sehat. Orang yang hatinya sehat akan selalu beramal shalih serta menjaga ketaatannya kepada Allah. Beramal dengan ikhlas karena Allah dan dengan cara ber-ittiba’ kepada Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasalam.

Kedua : Hati yang sakit. Yaitu hati yang masih ada kehidupan padanya,  tetapi berpenyakit. Kadang-kadang sadar untuk berbuat ketaatan terkadang lalai. Kalau banyak lalainya berarti sakitnya parah. Jiika sedikit lalainya berarti sakitnya tidak berat.

Ketiga : Hati yang mati. Yaitu hati yang tiada lagi kehidupan padanya. Hati yang mati adalah hati yang  tidak mengenal Allah. Dia berdiri diatas syahwat dan segala kelezatannya. Senantiasa mengerjakan hal-hal yang dibenci dan dimurkai Allah. Tidak peduli apakah Allah ridha atau tidak. (Lihat Ad Daa' wad Dawaa')

Selain itu ada pula diantara manusia  memiliki hati yang keras. Allah berfirman  :  

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu bahkan lebih keras. (Q.S al Baqarah 74).

Syaikh as Sa’di berkata : Allah Ta’ala menerangkan kekerasan hati mereka yaitu bahwa ia “seperti batu” (bukan)  daripada besi karena besi dan timah apabila dibakar niscaya meleleh. Berbeda dengan batu, dan firman-Nya : “Atau lebih keras lagi”, maksudnya bahwa ia tidaklah terbatas hanya sekeras batu dan (atau) tidaklah bermakna “bal” (bahkan).

Beliau juga  menjelaskan  bahwa ciri orang yang berhati keras itu adalah tidak lagi merespon larangan dan peringatan, tidak mau memahami apa maksud Allah dan Rasul-Nya karena saking kerasnya hatinya.

 

Sehingga tatkala syaithan melontarkan bisikan-bisikannya dengan serta-merta hal itu dijadikan oleh mereka sebagai argumen untuk mempertahankan kebatilan mereka, mereka pun menggunakannya sebagai senjata untuk berdebat dan membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya.

 

Orang yang berhati keras itu tidak bisa memetik pelajaran dari nasehat nasehat yang didengarnya, tidak bisa mengambil faedah dari ayat maupun peringatan-peringatan, tidak tertarik meskipun diberi motivasi dan dorongan, tidak merasa takut meskipun ditakut-takuti.

 

Inilah salah satu bentuk hukuman terberat yang menimpa seorang hamba, yang mengakibatkan tidak ada petunjuk dan kebaikan yang disampaikan kepadanya kecuali justru memperburuk keadaannya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

 

Ketahuilah bahwa sungguh, yang bermanfaat di akhirat kelak hanyalah hati yang sehat, selamat atau qalbun salim. Allah Ta’ala berfirman:

 

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ . إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

Hari dimana tidak akan bermanfaat saat itu harta dan juga anak-anak, kecuali orang yang datang kepada Allah ‘Azza wa Jalla di hari kiamat dalam keadaan dia memiliki hati yang selamat.  (Q.S asy Syu'ara' 88).

Namun demikian ketahuilah bahwa seberapa parah dan buruknya tingkat penyakit hati yang ada pada diri seseorang ADA OBATNYA YANG PALING MUJARAB, yaitu kembali kepada petunjuk al Qur an, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Wahai manusia !. Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (al Qur an) dari Rabb-mu, PENYEMBUH DARI PENYAKIT YANG ADA DALAM DADA dan petunjuk dan rahmat bagi orang orang beriman. (Q.S Yunus 57).

Oleh karena itu berpegang teguhlah kepada al Qur an. Ambillah manfaat yang banyak darinya termasuk sebagai obat paling utama untuk  penyakit hati, yaitu dengan : SENANTIASA MEMBACA AL QUR AN, MENGHAYATI MAKNA MAKNANYA DAN MENGAMALKAN APA APA YANG ADA DI DALAMNYA.

Wallahu A'lam. (3.289)

 

 

HAMBA ALLAH BISA DAPAT PAHALA TANPA BATAS

 

HAMBA ALLAH BISA DAPAT PAHALA TANPA BATAS

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, setiap perbuatan baik yang dilakukan hamba hamba Allah pastilah akan mendapat balasan kebaikan pula, sebagaimana firman-Nya :

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula. (Q. S ar Rahman 60).

Bahkan balasan perbuatan baik bisa berlipat ganda. Allah Ta'ala berfirman : 

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Mahaluas dan Maha Mengetahui.(Q.S al Baqarah 261).

Tetapi ketahuilah bahwa sungguh Allah Ta'ala Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ternyata ada amal shalih atau perbuatan baik yang diberi pahala tanpa batas, diantaranya adalah :

Pertama : Orang orang yang bersabar. Allah Ta’ala berfirman : 

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah  yang disempurnakan pahala mereka tanpa batas (Q.S az  Zumar 10)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Adapun kesabaran, pahalanya berlipat ganda tidak terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa ganjarannya sangat besar sekali hingga tak mungkin bagi seorang insan untuk membayangkan pahalanya karena tidak bisa dihitung dengan bilangan.  

Bahkan juga, pahala sabar termasuk pahala yang maklum di sisi Allah tanpa bisa dibatasi. Tidak pula dapat disamakan dengan mengatakan satu kebaikan dilipat gandakan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat.  Kesabaran itu pahalanya tanpa batas. (Syarah Riyadush Shalihin)

Kedua : Orang yang suka memaafkan.

Syaikh as Sa’di berkata : Termasuk dalam tindakan memaafkan adalah memaafkan segala hal yang terjadi dari orang yang berbuat buruk kepada kita baik perkataan maupun perbuatan. Memaafkan itu jauh lebih baik daripada hanya sekedar menahan marah karena memaafkan adalah membalas dengan kelapangan dada terhadap orang yang berbuat buruk (kepada kita). Kitab Tafsir Karimir Rahman.

Sungguh, ketika diperlakukan tidak baik atau dizhalimi orang lain timbul keinginan untuk membalas. Lalu memberi maaf atau memaafkan kesalahan orang lain hakikatnya sangat berat untuk dilakukan. Namun demikian ketahuilah bahwa pahala memaafkan adalah dari Allah Ta'ala (secara khusus) sebagaimana firman-Nya : 

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat buruk) maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sungguh dia tidak menyukai orang orang yang zhalim. (Q.S asy Syura 40).

Nah, ketahuilah bahwa suatu perbuatan baik jika pahalanya diatas tanggungan Allah Ta'ala maka jumlah atau besarnya pahala itu sesuai dengan kehendak Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Ketiga : Orang yang berpuasa.

Selain itu ketahuilah bahwa ibadah puasa mendapat balasan secara khusus dari Allah Ta’ala. Rasulullah Salalllahu ‘alaihi Wasallam bersabda : 

 عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman : Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Syaikh Muhhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Maka balasannya disandarkan kepada diri-Nya yang Mulia. Karena amalan-amalan shalih akan dilipatgandakan pahalanya dengan bilangan. Satu kebaikan dilipat gandakan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali sampai berlipat-lipat.

Sementara puasa, maka Allah sandarkan pahalanya kepada diri-Nya tanpa ada kadar bilangan. Maka Dia Subhanahu adalah zat yang paling dermawan dan paling mulia. Pemberian sesuai dengan apa yang diberikannya. Maka pahala orang puasa SANGAT BESAR TANPA BATAS. (Kitab Majalis Syahru Ramadhan)

Wallahu A'lam. (3.288).

 

 

SERINGLAH BERKUNJUNG KE TAMAN TAMAN SURGA DI DUNIA

 

SERINGLAH BERKUNJUNG KE TAMAN TAMAN SURGA DI DUNIA

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Tersebab judul ini datang pertanyaan : Apakah memang ada taman surga di dunia ?. Kalau memang ada, dimana tempatnya ?.  Iya memang  benar benar ada. Sungguh Rasulullah Salallahu 'alahi Wasallam  yang menjelaskan dalam sabda beliau :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang. Para sahabat bertanya : Apakah taman-taman surga itu ?. Beliau menjawab : Halaqah halaqah dzikir. (H.R at Tirmidzi dan lainnya. Lihat Silsilah al Ahadits ash Shahihah).

Atha’ bin Rabbah berkata : Majelis dzikir adalah majelis (majelis ilmu, yang dipelajari padanya) tentang halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, bercerai, melakukan haji dan yang sepertinya (Al Khatib al Baghdhadi).

Imam al Manawi mengatakan bahwa Hujjatul Islam (Imam al Ghazali, peny.) berkata: Yang dimaksud dengan majelis dzikir adalah, tadabbur Al Quran, mempelajari agama, dan menghitung-hitung nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. (Lihat Faidul Qadir).

Berkenaan dengan perkara ini, Imam Ibnul Qayyim menjelaskan : Sesungguhnya dzikir di antara amal memiliki kelezatan yang tidak bisa diserupai oleh sesuatupun. Seandaikan tidak ada balasan pahala bagi hamba kecuali kelezatan dan kenikmatan hati yang dirasakan oleh orang yang berdziki, maka hal itu sudah mencukupi, oleh karena itu majelis-majelis  (dzikir majlis ilmu) dinamakan taman-taman surga. (Al Wabilush Shayyib).

Selain itu, ketahuilah bahwa diantara keutamaan hadir di  majelis dzikir atau majelis ilmu adalah DIMUDAHKAN JALAN MENUJU SURGA. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam menjelaskan dalam sabda beliau :

 وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Dan barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. (H.R Imam Muslim).

Imam Ibnu Rajab al Hambali menjelaskan bahwa Allah Ta'ala memudahkan jalannya menuju surga   memiliki dua makna  yaitu :

Pertama : Allah akan memudahkan memasuki surga bagi orang yang menuntut ilmu dengan tujuan mencari wajah Allah yaitu dengan mengambil manfaat dari ilmunya dan mengamalkan sebagai buah dari ilmunya. 

Kedua : Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga pada hari Kiamat ketika melewati sirath dan dimudahkan dari berbagai  ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya.Wallahu a’lam. (Jami’ul Ulum wal Hikam).

Wallahu A'lam. (3.287).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

Kamis, 30 Mei 2024

SUNGGUH MAKSIAT DAN DOSA MENDATANGKAN MUSIBAH

 

SUNGGUH MAKSIAT DAN DOSA MENDATANGKAN MUSIBAH

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketika hamba hamba Allah didatangi berbagai bentuk musibah maka WAJIB BAGI DIRINYA UNTUK MENGEDEPANKAN SIFAT SABAR. Dalam hal ini, ketika seseorang  sabar atau tidak sabar menerima suatu musibah maka musibah itu tetap akan mendatanginya pada waktu yang telah ditetapkan Allah Ta'ala.

Selanjutnya, ketika didatangi musibah maka lakukan introspeksi diri atau muhasabah. Bisa jadi musibah itu datang tersebab maksiat dan dosa yang dilakukan. Sebab maksiat dan dosa terkait dengan musibah. Selanjutnya perbanyak memohon ampun dan bertaubat.   

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata : Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat. (Al Jawabul Kaafi)

Dan juga Allah Ta'ala telah mengingatkan dalam fiman-Nya :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kesalahanmu). Q.S asy Syura 30.

Tentang surat asy Syura ayat 30 ini  Syaikh as Sa’di memberi  penjelasan buat kita. Beliau berkata : Allah Ta’ala memberitahukan bahwa tidak ada satu pun musibah yang menimpa hamba-Nya, baik yang menimpa dirinya, hartanya, anaknya dan menimpa sesuatu yang mereka cinta (musibah tersebut) berat mereka rasakan, KECUALI (SEMUA MUSIBAH ITU TERJADI) KARENA PERBUATAN DOSA YANG TELAH MEREKA LAKUKAN dan bahwa dosa dosa (mereka yang Allah ampuni lebih banyak.

Karena Allah tidak menganiaya hamba-Nya namun merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Ibnu Qayyim al Jauziyah rahimahullah mengatakan : Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa. (Al Jawabul Kaafi)

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan : Tidaklah disandarkan suatu keburukan (kerusakan) melainkan pada dosa karena semua musibah, itu semua disebabkan karena dosa. (Latha’if Ma’arif)

Oleh karena itu, sudah sepatutnya setiap hamba merenungkan hal ini. Ketahuilah bahwa setiap musibah yang menimpa kita dan mendatangi  negeri ini, itu semua disebabkan karena dosa dan maksiat yang kita perbuat.

Betapa banyak kesyirikan merajalela di mana-mana, dengan bentuk tradisi ngalap berkah, memajang dan memakai  jimat untuk memperlancar bisnis dan karir, mendatangi kubur para wali untuk dijadikan perantara dalam berdoa.

Bahkan juga begitu banyak kaum muslimin suka melakukan dosa besar. Dan juga di zaman ini kita dapat melihat bahwa masih banyak saudara kita yang lalai dalam beribadah. Diantaranya ada yang shalat belum sepenuhnya dan  masih bolong bolong dan sering lalai.

Oleh karena itu, hendaklah setiap hamba memperbanyak memohon ampun dan bertaubat dengan taubat nasuha (sebenar benar taubat). Ketika hamba hamba Allah beralih kepada ketaatan dan amal shalih, musibah tersebut akan hilang dan berbagai nikmat pun akan mendekat. Allah Ta’ala berfirman :

ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S al Anfaal 53).

Wallahu Alam. (3.286).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

IMAN DAN AMAL SHALIH ADALAH BEKAL UTAMA UNTUK AKHIRAT

 

IMAN DAN AMAL SHALIH ADALAH BEKAL UTAMA UNTUK AKHIRAT

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, kehidupan dunia hanyalah sementara. Orang orang beriman senantiasa dan terus menerus berusaha mempersiapkan bekal untuk menghadapi hari akhirat yang kekal. Allah Ta'ala telah mengingatkan agar orang orang beriman berbekal untuk hari esok sebagaimana firman-Nya :

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al Hasyr 18).

Ketahuilah bahwa bekal paling utama adalah dengan MELAKUKAN AMAL SHALIH YANG DILANDASI IMAN. Sungguh, inilah bekal yang akan mendatangkan keselamatan di dunia dan TERUTAMA DI AKHIRAT yaitu dengan mendapatkan surga yang dijanjikan Allah Ta'ala. Sungguh Allah Ta'ala berfirman :  

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ

Sungguh, orang orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih mereka akan mendapatkan surga yang mengalir di bawahnya sungai sungai, itulah kemenangan yang agung. (Q.S al Buruj 11)

Syaikh as Sa’di berkata : Sesungguhnya iman  menjadi syarat sahnya amal shalih. Bahkan tak bisa disebut amal shalih kecuali disertai dengan iman. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Dan juga Allah Ta'ala berfirman :  

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا ۖ وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ ۖ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. (Q.S al Baqarah 25).

Dan juga Allah Ta'ala berfirman :

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقًّا ۚ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ ٱللَّهِ قِيلًا

Dan orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai sungai. Mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Dan janji Allah itu benar. Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah ?. (Q.S an Nisa' 122).

Dalam kitab Tafsir al Muyassar disebutkan : Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan shalih, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.  Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah ?. (Departemen Agama Saudi Arabia).

Oleh karena itu hamba hamba Allah hendaklah dengan sungguh sungguh menjaga dua hal ini yakni IMAN DAN AMAL SHALIH sampai akhir hayatnya :

Pertama : Iman jangan sampai luntur.

Syaikh as Sa’di berkata : Sesungguhnya iman  menjadi syarat sahnya amal shalih. Bahkan tak bisa disebut amal shalih kecuali disertai dengan iman. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Oleh karena itu seorang hamba  haruslah sungguh sungguh   menjaga iman yang ada dalam dirinya Ketahuilah bahwa iman ada saatnya bertambah dan ada saatnya berkurang. Iman bertambah karena ketaatan dan akan berkurang bahkan bisa hilang karena dosa dan maksiat. Jadi iman seseorang akan bertahan bahkan naik dengan memperbanyak melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Kedua : Beribadah jangan futur.

Apa itu futur ?. Menurut Ibn Manzur dalam kamusnya, pengertian futur secara bahasa adalah : (1) Putus setelah bersambung, atau tenang setelah bergerak. (2) Malas, lamban atau perlahan setelah rajin dan bersungguh-sungguh.

Futur bisa menimpa seseorang  yaitu ketika biasanya rajin dalam beramal shalih lalu berkurang dan malas malasan. Bahkan futur yang  parah adalah ketika berhenti melakukan amal shalih.

Ingatlah bahwa amal shalih itu ditentukan pada saat akhir. Seseorang yang beberapa puluh tahun senantiasa melakukan amal shalih tetapi setelah mendekati akhir hayat lalu didatangi penyakit futur akibatnya adalah rugi besar dan menyesal. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ


Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya. (H.R Imam Bukhari).

 Wallahu A'lam. (3.285).

 

Sabtu, 25 Mei 2024

TETAPLAH BERDAKWAH MESKIPUN ADA YANG TAK PEDULI

 

TETAPLAH BERDAKWAH MESKIPUN ADA YANG TAK PEDULI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Menurut  istilah, dakwah bermakna : Mengajak manusia agar beriman kepada Allah dan segala yang dibawa oleh Rasul-Nya dengan membenarkan apa yang diberitakan dan mengikuti apa yang diperintahkan. (Imam Ibnul Qayyim, Madarijus Saalikin).

Syaikh Fawwas as Suhaimi berkata : Dakwah adalah mengajak orang lain agar melakukan segala perintah Allah baik berupa ucapan atau amalan dan meninggalkan segala larangan Allah baik berupa ucapan atau perbuatan (Usus Manhaj as Salaf fii ad Da’wah).

Sungguh, Allah Ta'ala memuji hamba hamba-Nya yang berdakwah sebagaimana firman-Nya :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Dan siapakah yang yang lebih baik perkataannya daripada orang orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan amal shalih dan berkata, sungguh aku termasuk orang orang muslim.  (Q.S Fussilat 33).

Ketahuilah bahwa sangatlah banyak cara atau jalan untuk berdakwah. Dan diantara cara berdakwah yang masyhur saat ini adalah :

Pertama : Berdakwah dengan lisan.

Yaitu memberi nasehat kepada orang banyak melalui lisan di majlis majlis ilmu dan bisa  juga kepada seseorang atau dua tiga orang. Cuma saja ketika seorang juru dakwah berbicara dihadapan orang banyak dalam satu majlis ternyata ada diantara jamaah tak memberi perhatian seolah olah tak peduli dengan nasehat atau kajian yang disampaikan.

Ada yang duduk di pojok sambil berbicara satu dengan yang lain. Ada pula yang sibuk dengan handphone dan yang lainnya. Sungguh, sangat tidak baik  sikap mereka ini, tetapi begitulah yang terkadang kita temukan.

Kedua : Berdakwah dengan tulisan.

Kemajuan tekhnologi komunikasi dan informasi memberikan kesempatan yang sangat luas untuk berdakwah dengan tulisan bahkan lisan melalui video dan yang lainnya.

Ketahuilah bahwa ternyata ada banyak tulisan yang disampaikan oleh juru dakwah di group WA ataupun facebook tidak dibaca oleh yang menerima tulisan. Bahkan membaca judul saja belum selesai lalu langsung di delete. Tak mau meluangkan waktu barang  satu dua menit untuk membaca dan mengambil manfaatnya.

Keadaan yang demikian itu, bagi juru dakwah yang selalu berdakwah secara lisan dan tulisan tentu tidaklah menyurutkan atau melemahkan semangatnya dalam berdakwah. Sungguh para juru dakwah paham betul bahwa :

(1) Dia telah menyampaikan sebagian ilmu yang diberikan Allah Ta'ala kepadanya untuk berdakwah.

(2) Dia akan terus berdakwah dengan ikhlas dan mengharap balasan dari Allah Ta'ala.

Wallahu A'lam. (3.284).   

 

 

 

 

   

Jumat, 24 Mei 2024

NESEHAT ULAMA BESAR SAUDI TENTANG BELAJAR ILMU

 

NESEHAT ULAMA BESAR SAUDI TENTANG BELAJAR ILMU

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketahuilah bahwa sungguh, setiap saat dan di semua  keadaan kita butuh ilmu. Berakidah yang lurus kita butuh ilmu. Beribadah yang benar  butuh ilmu, berakhlak yang mulia butuh  ilmu, bermuamalah dengan masyarakat  butuh ilmu.

Untuk hal-hal yang mubah dan sederhana pun kita butuh ilmu. Bahkan menjelang wafat pun  kita  butuh ilmu tentang kalimat apa yang harus diucapkan pada saat yang kritis itu.

Sungguh, Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam telah mengingatkan bahwa  belajar ilmu  WAJIB HUKUMNYA. Beliau bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (H.R Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani). 

Oleh karena itu para ulama memberi nasehat kepada kita agar tetap bersemangat   dan terus menerus belajar ilmu, diantaranya adalah :

Pertama Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.

Beliau pernah ditanya tentang orang orang yang lemah semangat dalam belajar ilmu yang bermanfaat. Beliau memberikan jawaban : Lemahnya semangat dalam menuntut ilmu syar’i adalah termasuk salah satu dari berbagai musibah besar. Untuk itu ada hal yang mesti dihadirkan dalam dirinya :

(1) Ikhlas karena Allah dalam menuntut ilmu. Jika manusia ikhlas dalam menuntut ilmu dan mengetahui bahwasanya orang yang menuntut ilmu diberi pahala dan dia akan mencapai derajat ketiga diantara derajat umat ini maka semangatnya (belajar ilmu) akan menjadi segar kembali. Allah Ta’ala berfirman :

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama sama dengan orang orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : Nabi nabi, para shiddiiqiin, orang yang mati syahid dan orang orang shalih. Dan mereka itulah teman sebaik baiknya. (Q.S an Nisaa’ 69).

(2) Berusaha mencari teman teman yang selalu mendorongnya untuk memperdalam ilmu dan membantunya dalam berdiskusi dan penelitian. Jangan bosan berteman dengannya selama mereka suka menolong dalam mendapatkan ilmu.

(3) Melihat dirinya dalam arti mengoreksi atau mengintrospeksi diri jika bermaksud melepaskan diri dari ilmu. Allah Ta’ala berfirman :

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Rabb-nya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat Kami  (Q.S al Kahfi 28).

Hendaklah dia bersabar (dalam belajar ilmu). Jika dia kembali menuntut ilmu maka menuntut ilmu itu akan menjadi kebiasaan dan hari hari yang dia tinggalkan dari menuntut ilmu akan dia rasakan sebagai hari yang lama. Adapun jika dia menyerahkan dirinya kepada kesenangan maka tidak demikian adanya. Nafsu selalu memerintahkan kepada keburukan, sedangkan syaithan membujuknya supaya malas dan meninggalkan belajar ilmu. (Al Fatawa al Muhimmah).

Kedua : Syaikh Shalih bin Fauzhan.

Beliau berkata  tentang menuntut ilmu : Jangan engkau bosan menuntut ilmu agama. Teruslah belajar ilmu agama walaupun hasil yang engkau dapatkan (mungkin) sedikit.

Dan sesuatu yang sedikit namun disertai amal yang shaleh maka padanya terdapat berkah serta kebaikan  padanya.  Dan istiqamah, terus menerus menuntut ilmu agama, tidak diragukan lagi bahawasanya hal tersebut adalah kebaikan. Dan menuntut ilmu agama itu adalah ibadah. Menuntut ilmu agama itu lebih utama daripada shalat sunnah. (Al Ijabat al Muhimmah).

Wallahu A'lam. (3.283)