BERBUAT BAIK JUGA BUTUH KESABARAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Sungguh Allah Ta’ala telah menyuruh
manusia untuk berbuat baik kepada sesamanya. Allah berfirman : “Wa ahsin kamaa ahsanallahu ilaika” Berbuat
baiklah (kepada manusia) sebagai
mana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al Qashash 77).
Namun demikian dalam berbuat baik seperti memberikan sesuatu
kepada orang lain, maka sipemberi
haruslah juga siap untuk bersabar karena bisa jadi yang diberi (1) Tidak
berterima kasih karena memang ada manusia yang tidak suka berterima kasih.
Jangankan kepada manusia bahkan kepada Allahpun banyak manusia yang tidak
berterima kasih atau bersyukur. (2) Bisa jadi si penerima mencela pemberian
karena tidak memuaskan dirinya.
Seorang guru saya bercerita bahwa beliau membaca sebuah kitab
yang ditulis oleh seorang Syaikh dari Timur Tengah menceritakan pengalamannya yang mungkin
kelihatan sangat sederhana. Antara lain
diceritakan bahwa : Pada suatu kali, Syaikh ini baru selesai memberikan pengajian di suatu
tempat. Dalam perjalanan ke rumah dia mampir di pasar untuk membeli semangka
yang dibawa pulang untuk keluarganya dengan harapan keluarganya akan merasa
senang dengan semangka itu.
Setelah sampai di rumah semangka itu diberikan kepada istri
dan anaknya. Tapi ternyata semangka itu tidak begitu bagus, kurang matang
sehingga tidak begitu enak dimakan. Lalu keluarganya mengomel dan mencela
mengapa membeli semangka yang tidak bagus seperti ini. Juga ditambahi dengan
celaan kepada pedagang yang menjualnya.
Syaikh terdiam sejenak lalu beberapa saat kemudian beliau
menjawab dengan memberi nasehat kepada
keluarganya. Syaikh berkata :
Pertama : Kalau yang kalian cela adalah
pedagang semangka, sebenarnya dia sudah
berusaha mencarikan semangka yang
bagus untuk aku beli.
Kedua : Kalau yang kalian cela adalah aku
sebagai pembeli, aku sebenarnya juga sudah
berusaha memilih semangka yang bagus
untuk kalian.
Ketiga : Kalau yang kalian cela adalah
petani yang menanamnya, aku percaya bahwa petani itu sudah berusaha memilih
bibit yang baik untuk ditanam di tanah yang baik dan dipelihara dengan baik
pula.
Keempat : Kalau yang engkau cela adalah
Allah Ta’ala pemilik langit dan bumi beserta segala isinya, maka ingatlah
firman Allah : “Afaraitum tahrutsuun.
A-antum tazra’unahuu am nahnuz zaari’uun. Lau nasyaa-u laja’alnaahu huthaaman
fazhaltum tafakkahuun”. Pernahkah
kamu perhatikan benih yang kamu tanam ?. Apakah kamu yang menumbuhkannya
ataukah kami yang menumbuhkan ?. Sekiranya Kami kehendaki, niscaya kami
hancurkan sampai lumat maka kamu akan heran tercengang. (Q.S al Waaqi’ah 63-65).
Ada pelajaran bisa kita ambil dari peristiwa ini :
Pertama : Sebaik apapun kita berbuat sesuatu
kepada orang lain ataupun keluarga maka pada satu saat akan ada saja yang merasa
tidak puas. Lalu mereka mencela atau mengeritik
yang terkadang memang tidak enak didengar.
Kedua : Jika sudah berusaha untuk melakukan suatu yang
terbaik dengan benar maka jangan larut dalam celaan atau keritikan orang lain.
Teruslah berusaha berbuat kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.
Ketiga : Jika harus menjawab celaan ataupun
keritikan maka jawablah dengan sabar, lemah lembut dan bijak sehingga
memberikan manfaat dan pelajaran yang baik bagi yang mencela atau yang
mengkritik.
Oleh karena itu teruslah berbuat kebaikan dan bersabarlah
jika ada yang mencela karena merasa tidak puas.
Mudah mudahan bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam.
(358)