HAMBA ALLAH MESTILAH BANYAK BERDZIKIR
Disusun oleh : Azwir B. Chaniago
Hamba hamba Allah janganlah lalai berdzikir yaitu mengingat Allah Ta’ala dalam semua keadaan. Ketahuilah bahwa salah satu pintu masuk syaithan kedalam diri manusia adalah karena lalai berdzikir.
Imam Ibnul Qayiim menyebutkan tiga pintu masuk syaithan kedalam diri manusia. Satu diantaranya adalah : LALAI BERDZIKIR, karena orang yang berdzikir (seolah olah) berada dalam benteng. Ketika dia lalai (dari berdzikir) maka pintu benteng itu terbuka. Lalu musuh pun akan memasukinya dan orang ini akan kesulitan untuk mengeluarkan musuh (syaithan) yang telah masuk.
Sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan orang beriman untuk banyak berdzikir pada setiap waktu sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Wahai orang orang yang beriman, ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (Nama-Nya) sebanyak banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (Q.S al Ahzaab 41)
Dzikir adalah ibadah. Oleh karena itu berdzikir harus dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah dan ittiba’ yaitu dengan cara cara yang diajarkan Rasulullah. Diantara cara atau adab dalam berdzikir adalah dengan merendahkan diri, rasa takut dan tidaklah dengan mengeraskan suara sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala :
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
Dan ingatlah Rabb-mu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang orang yang lalai. (Q.S al A’raf 205).
Syaikh as Sa’di berkata : Dzikir kepada Allah bisa dengan hati, dengan lisan dan bisa pula dengan keduanya. Dengan lisan dan hati adalah bentuk dzikir yang paling sempurna. Allah memerintahkan hamba dan Rasul-Nya Muhammad dan orang orang yang mengikutinya agar mengingat Allah pada dirinya, yakni dengan ikhlas dan dalam keadaan sendiri “dengan merendahkan diri” dengan lisanmu, mengulang ulang macam macam dzikir “dan rasa takut” didalam hatimu dimana kamu takut kepada Allah.
Hatimu khawatir dan cemas terhadap amalmu yang mungkin tak diterima. Bukti rasa takut tersebut adalah kesungguh kesungguhan dan keseriusan dalam (1) menyempurnakan (2) memperbaiki dan (3) mengikhlaskan amal. “Dan dengan tidak mengeraskan suara” . Yakni ambillah jalan tengah. Janganlah kamu mengeraskan doa (dan dzikirmu) dan jangan pula menyamarkannya dan carilah jalan tengah di antara itu.
“Di waktu pagi dan petang”. Dua waktu ini memiliki keistimewaan dan keutamaan untuk berdzikir kepada Allah. “Dan janganlah kamu termasuk orang orang yang lalai”. Yaitu orang orang yang melupakan Allah lalu Allah menjadikan mereka melupakan diri mereka sendiri. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Dalam hadits Abu Musa al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ »
Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika sampai ke suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda : Wahai sekalian manusia. Lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli dan tidak hadir. Sesungguhnya Allah bersama kalian. Allah Maha Mendengar dan Mahadekat. Mahaberkah nama dan Mahatinggi kemuliaan-Nya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). Dalam hadits ini ada petunjuk bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah suka dengan suara keras saat dzikir dan berdoa.
Oleh karena itu hamba hamba Allah hendaklah senantiasa berdzikir dengan cara yang disyariatkan yaitu dengan merendahkan diri kepada Allah Ta’ala dan tidak dianjurkan mengeraskan suara. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (2.114).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar