Jumat, 22 November 2024

NIKMAT YANG TELAH ADA PADA DIRI KITA BISA HILANG

 

NIKMAT YANG TELAH ADA PADA DIRI KITA BISA HILANG

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, semua nikmat yang ada diri kita  datang dari Allah Ta'ala yaitu sebagaimana firman-Nya :

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Q.S an Nahal 53.

Dan nikmat dari Allah Ta'ala sangatlah banyak jumlah dan jenisnya, sehingga kita  tak akan pernah mampu menghitungnya. Allah Ta'ala berfirman :

وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. DAN JIKA KAMU MENGHITUNG NIKMAT ALLAH, NISCAYA KAMU TIDAK AKAN MAMPU MENGHITUNGNYA. Sungguh manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Q.S Ibrahim 34.

Dan kewajiban hamba hamba Allah adalah bersyukur kepada-Nya. Al Imam Ibnu Rajab al Hambali memberi nasehat : Barangsiapa yang mendapat banyak nikmat hendaknya DIA IKAT NIKMAT ITU DENGAN SYUKUR. Kalau tidak, nikmat itu akan pergi. (Majmu' Rasail)

 Sungguh, bersyukur atas nikmat akan mendatangkan minimal dua manfaat bagi hamba hamba Allah, yaitu : 

(1) Untuk mempertahankan nikmat yang telah ada pada diirihamba hamba Allah.

(2) Untuk mengundang datangnya nikmat nikmat yang baru  sebagai tambahan. Tambahan yang dimaksud bisa berupa jumlahnya, jenisnya dan bisa juga berkahnya. Terkadang memang secara fisik nikmat itu tidak terlihat bertambah tetapi ketahuilah bahwa berkahnya bisa bertambah.  Allah Ta’ala  berfirman :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ

Dan (ingatlah juga), tatkala Rabb-mu memaklumkan : Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat-Ku) kepadamu. (Q.S Ibrahim ayat 7).

Tetapi saudaraku, ketahuilah bahwa sungguh nikmat dari Allah Ta'ala itu bisa hilang atau dicabut-Nya baik jumlah, jenis ataupun berkahnya tersebab TIDAK DIGUNAKAN SEBAGAI SARANA MENDEKATKAN DIRI KEPADA-NYA. TIDAK DIGUNAKAN SEBAGAI SARANA UNTUK BERTAKWA KEPADA-NYA.

Imam Ibnul Qayyim berkata : Tidaklah nikmat dicabut kecuali karena meninggalkan ketakwaan kepada Allah dan karena berbuat buruk kepada manusia. (Ahkam Ahli dzimmah).

Wallahu A'lam. (3.422).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kamis, 21 November 2024

TIGA KESEMPATAN BERINFAK DAN BERSEDEKAH YANG UTAMA

 

TIGA KESEMPATAN BERINFAK DAN BERSEDEKAH YANG UTAMA

Disusun oleh : Azwir B.Chaniago

Sungguh, berinfak dan bersedekah adalah perbuatan mulia dan SANGAT DIANJURKAN DALAM SYARIAT ISLAM bahkan diperintahkan. Allah Ta'ala berfirman :

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan (dirimu sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan (mu) sendiri. Dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang orang yang berbuat baik.  (Q.S al Baqarah 195).

Ketahuilah bahwa infak dan sedekah  seorang hamba akan SEMAKIN TINGGI NILAINYA DAN SEMAKIN BESAR PAHALANYA dalam tiga perkara  :

Perkara pertama : Jika diberikan kepada orang tua dan karib kerabat. Allah Ta'ala berfirman : 

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi KEDUA ORANG TUA, KERABAT, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Q.S al Baqarah 215)

Syaikh as Sa'di berkata : harta yang sedikit atau banyak, maka orang yang paling utama menerima harta itu dan yang paling berhak untuk didahulukan serta paling besar hak mereka atas semua doa kedua orang tua yang diwajibkan atasmu berbakti kepadanya dan haram bagimu durhaka kepadanya.

Diantara cara berbakti paling agung kepada mereka adalah memberi nafkah kepada keduanya. Karena itu, memberi nafkah kepada keduanya adalah wajib atas seorang anak yang berada dalam kondisi lapang.

Setelah kedua orang tua adalah sanak saudara menurut tingkatannya, yang terdekat lalu yang lebih dekat menurut kedekatannya dan kebutuhannya; karena memberi nafkah kepada mereka adalah sebuah sedekah dan silaturahim.

Sungguh, prioritas pertama dalam berinfak atau membelanjakan harta  adalah KEDUA ORANG TUA, kemudian karib kerabat. Dalam KBBI antara lain disebutkan bahwa karib kerabat adalah  orang yang dekat pertalian keluarga,  sedarah sedaging, keluarga dan sanak saudara.

Kita terkadang mendapat kabar bahwa ada sebagian orang yang memiliki banyak harta lalu berinfak atau bersedekah dalam jumlah yang lumayan besar untuk panti asuhan yatim. Ini tentu SANGAT BAIK BAHKAN BETUL BETUL DIANJURKAN DALAM SYARIAT ISLAM.

Tetapi terkadang lupa memberi untuk orang yang dekat pertalian saudara, sanak saudara sedarah sedaging padahal ini SANGAT UTAMA UNTUK DIDAHULUKAN ATAU DIPRIORITASKAN.    

Kedua : Bersedekah dalam keadaan sehat dan takut jadi miskin.

Dlam satu riwayat disebutkan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam :  

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ « أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ

Wahai Rasulullah, sedekah yang mana yang LEBIH BESAR PAHALANYAl ?. Beliau menjawab : Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat, saat kamu takut menjadi fakir, dan saat kamu berangan-angan menjadi kaya.

Dan janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu, hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata, Untuk si fulan sekian dan untuk fulan sekian, dan harta itu sudah menjadi hak si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah).

Ketiga : Memberi sedekah secara sembunyi sembunyi.

Sungguh, Allah Ta'ala menyukai hamba-Nya yang suka menyembunyikan ibadah yang bisa disembunyikan termasuk dalam perkara menyedekahkan hartanya, yaitu tanpa diketahui orang lain. Allah Ta'ala  berfirman :

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Jika kamu menampakkan sedekah sedekahmu  maka ITU BAIK. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang orang fakir,   maka ITU LEBIH BAIK BAGIMU. Dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (Q.S al Baqarah 271).

Syaikh as Sa'di berkata : Allah Ta'ala mengabarkan  bahwa sedekah yang ditampakkan oleh orang yang bersedekah itu adalah baik, dan bila dia menyembunyikannya dan menyerahkannya kepada orang yang fakir adalah lebih utama karena menyembunyikan sedekah kepada orang fakir adalah lebih utama. Menyembunyikan sedekah  adalah kebaikan lain dan juga hal itu menunjukkan kuatnya keikhlasan.

(Disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim) Salah satu dari tujuh kelompok yang akan dinaungi oleh naungan Allah di Hari Kiamat nanti adalah orang yang bersedekah dengan sebuah pemberian , lalu dia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.

Sungguh, bersedekah secara sembunyi sembunyi itu lebih baik, diantaranya karena punya potensi kuat untuk MENJAGA KEIKHLASAN DAN LEBIH UTAMA. Ketahuilah bahwa jika infak atau sedekah dilakukan dengan ikhlas maka akan mendatangkan pahala yang lebih besar sesuai dengan tingkat keikhlasannya.

Wallahu A'lam. (3.421) 

 

 

 

 

 

 

 

 

HAMBA ALLAH MESTILAH RENDAH HATI ATAU TAWADHU

 

HAMBA ALLAH MESTILAH RENDAH HATI ATAU TAWADHU

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, rendah hati atau tawadhu adalah sikap terpuji dan mulia yang semestinya dipelihara oleh setiap hamba  dalam dirinya. Ketahuilah tentang makna tawadhu ada dijelaskan oleh ulama salaf, diantaranya :

Pertama : Imam Hasan al Bashri ditanya tentang tawadhu’ beliau menjawab : Tawadhu’ adalah engkau keluar rumahmu dan tidak berjumpa dengan seorang kecuali engkau menganggapnya lebih baik dari dirimu. (Madarijus Saalikin).

Kedua : Fudhail bin Iyadh ditanya tentang tawadhu’ beliau mejawab : (Tawadhu’ adalah) Tunduk dan patuh kepada kebenaran. Menerima kebenaran dari siapapun yang menyampaikannya, walaupun mendengarnya dari anak kecil. Dan seandainya menerima dari yang paling bodohpun (kalau itu kebenaran, pen.) dia menerimanya. (Al Ihya).

Sungguh, Allah Ta'ala mengingatkan bahwa orang orang beriman harus  BERENDAH DIRI (BUKAN RENDAH DIRI) TETAPI BERENDAH HATI ATAU TAWADHU kepada saudaranya sesama orang beriman yaitu sebagaimana firman-Nya :  

لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (Q.S al Hijr 88).

Ketahuilah bahwa rendah hati berbeda dengan rendah diri atau minder.  Sungguh rendah hati adalah sikap yang terpuji sementara sikap minder adalah sebaliknya. Rendah hati adalah sikap terpuji yang   merupakan sikap yang dianjurkan untuk meraih kemuliaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Allah Ta'ala juga mengingatkan tentang sifat hamba hamba Allah yaitu senantiasa berjalan di bumi dengan rendah hati atau tawadhu. Allah Ta'ala berfirman :

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Dan hamba-hamba Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan kalimat yang menghina), mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Q.S Al-Furqan 63).

Sungguh, sikap rendah hati atau tawadhu, hakikatnya adalah BENTENG YANG PALING KUAT DAN KOKOH UNTUK MENGAMBAT SIFAT SOMBONG. Sungguh sifat sombong adalah sesuatu yang sangat buruk bentuknya dan sangat buruk bahaya dan akibatnya.  Dalam satu hadits disebutkan bahwa  Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji (sawi) dari sifat kesombongan (H.R Imam Muslim).

Ketahuilah bahwa sikap sombong dan memalingkan wajah dari orang orang karena merasa lebih baik dari orang lain, SANGAT DILARANG dalam syariat Islam. Allah Ta'ala berfirman :

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S Luqman18).

Oleh karena itu hamba hamba hendaklah selalu menjaga sifat rendah hati atau tawadhu dalam dirinya yaitu sebagai benteng dari sifat sombong.

Wallahu A'lam. (3.420)

 

Selasa, 19 November 2024

MENJAGA TAKWA DENGAN BELAJAR ILMU DAN MENGAMALKANNYA

 

MENJAGA TAKWA DENGAN BELAJAR ILMU DAN MENGAMALKANNYA

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, sangatlah banyak perintah bertakwa dalam al Qur an, diantaranya adalah firman Allah : 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Wahai orang orang yang beriman !. Bertakwalah kepada Allah sebenar benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (Q.S Ali Imran 102).

Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam juga telah mengingatkan agar hamba hamba Allah bertakwa di manapun berada yaitu terus menerus bertakwa sebagaimana sabda beliau : 

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ جُنْدُبِ بنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ) رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ. وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik. (H.R at Tirmidzi, dia mengatakan haditsnya itu hasan dalam sebagian naskah disebutkan  hadits ini hasan shahih).

Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata : Hadits ini adalah hadits yang agung, di dalamnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan hak-hak Allah dan hak-hak hamba. Hak Allah yang disebutkan adalah bertaqwa kepada-Nya dengan taqwa yang sejati. Yaitu menjaga diri dari murka dan adzab Allah, dengan menjauhi larangan-Nya dan menjalankan perintah-Nya. (Kitab Bahjatul  Qulubil Abrar)

Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad berkata : Makna takwa dalam syariat adalah SESEORANG MELINDUNGI DIRINYA DARI MURKA ALLAH. Yaitu dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Membenarkan semua berita (dari Allah) dan beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai dengan yang disyariatkan-Nya. Bukan dengan cara yang bid’ah atau muhdats (suatu perkara  baru dan diada adakan dalam ibadah).

Ketahuilah bahwa tidaklah seorang hamba : (1) Bisa mentaati Allah secara benar kecuali dengan ilmu. (2) Bisa mengingat Allah secara benar kecuali dengan ilmu. (3) Bisa mensyukuri nikmat Allah secara benar kecuali dengan ilmu.

Dan sungguh, seorang hamba tidak mungkin bisa mendapat predikat takwa kecuali dengan ilmu dan pokok pangkal takwa adalah TAKUT KEPADA ALLAH TA'ALA. Lalu siapakah hamba hamba yang (sangat) takut kepada Allah Ta'ala. Mereka adalah orang orang berilmu. Allah Ta'ala menjelaskan  dalam firman-Nya :

إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Diantara hamba hamba Allah yang takut kepada-Nya HANYALAH PARA ULAMA. Sungguh Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun. (Q.S Fathir 28).

Pada catatan kaki terjemahan resmi al Qur an oleh  Departemen Agama, disebutkan : (Para ulama) adalah orang orang yang mengetahui ILMU (TENTANG) KEBESARAN DAN KEKUASAAN ALLAH.

Tentang surat al Fathir 28 diatas, Syaikh as Sa'di berkata bahwa seorang ulama (orang berilmu) yang makin banyak ilmunya tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala maka rasa takutnya kepada Allah Ta'ala pun semakin besar.

Dengan rasa takut kepada Allah Ta'ala mendorong diri seseorang untuk beramal shalih dan menjauhi dari perbuatan dosa atau maksiat serta senantiasa mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Dzat yang ditakutinya, yaitu Allah Azza wa Jalla. (Tafsir Taisir Karimir Rahman)

Sufyan ats Tsauri  berkata : Sesungguhnya ilmu dipelajari agar (kita) bertaqwa kepada Allah dengannya (yakni mengamalkannya). Dan sesungguhnya ilmu diutamakan atas selainnya karena dengannya (tumbuh) ketaqwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (Jami’ Bayan al Ilm Wa Fadhlih, Imam Ibnu Abdil Barr).

Ketahuilah bahwa belajar ilmu yang lurus akan mendatangkan RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA'ALA dan berujung kepada sifat takwa.

Wallahu A'lam. (3.419).

 

 



 

 

 

 

BERINFAK PALING UTAMA UNTUK KELUARGA DEKAT

 

BERINFAK PALING UTAMA UNTUK KELUARGA DEKAT

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, mengeluarkan infak atau membelanjakan harta untuk sesuatu yang baik dan bermanfaat  adalah perbuatan mulia dan SANGAT DIANJURKAN DALAM SYARIAT ISLAM bahkan diperintahkan. Allah Ta'ala berfirman :

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan (dirimu sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan (mu) sendiri. Dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang orang yang berbuat baik.  (Q.S al Baqarah 195).

Kita mengetahui bahwa sangatlah banyak kesempatan untuk berinfak atau membelanjakan harta di jalan Allah. Tetapi ketahuilah bahwa infak yang diberikan kepada orang tua, karib kerabat adalah paling utama dan SANGAT PERLU UNTUK DIDAHULUKAN. Allah Ta'ala berfirman : 

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi KEDUA ORANG TUA, KERABAT, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Q.S al Baqarah 215)

Syaikh as Sa'di berkata : harta yang sedikit atau banyak, maka orang yang paling utama menerima harta itu dan yang paling berhak untuk didahulukan serta paling besar hak mereka atas semua doa kedua orang tua yang diwajibkan atasmu berbakti kepadanya dan haram bagimu durhaka kepadanya.

Diantara cara berbakti paling agung kepada mereka adalah memberi nafkah kepada keduanya. Karena itu, memberi nafkah kepada keduanya adalah wajib atas seorang anak yang berada dalam kondisi lapang.

Setelah kedua orang tua adalah sanak saudara menurut tingkatannya, yang terdekat lalu yang lebih dekat menurut kedekatannya dan kebutuhannya karena memberi nafkah kepada mereka adalah sebuah sedekah dan silaturahim.

Sungguh, prioritas pertama dalam berinfak atau membelanjakan harta  adalah KEDUA ORANG TUA, kemudian karib kerabat. Dalam KBBI antara lain disebutkan bahwa karib kerabat adalah  orang yang dekat pertalian keluarga,  sedarah sedaging, keluarga dan sanak saudara.

Kita terkadang mendapat kabar bahwa ada sebagian orang yang memiliki banyak harta  lalu berinfak atau bersedekah dalam jumlah yang lumayan besar  untuk panti asuhan yatim dan yang semacamnya. Ini tentu SANGAT BAIK BAHKAN BETUL BETUL DIANJURKAN DALAM SYARIAT ISLAM.

Tetapi terkadang lupa memberi untuk orang yang dekat pertalian saudara, sanak saudara sedarah sedaging padahal ini SANGAT UTAMA UNTUK DIDAHULUKAN ATAU DIPRIORITASKAN.

Sebagai penutup tulisan ini, dinukil satu hadits dari Salman bin ‘Amir adh Dhabbi. Tentang keutamaan sedekah kepada karib kerabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِيْ الْقَرَابَةِ اثْنَتَانِ : صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

Sedekah kepada orang miskin hanyalah sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat akan mendapatkan dua ganjaran, yaitu ganjaran sedekah dan ganjaran silaturahim. (H.R at Tirmidzi, Imam Ahmad dan yang selainnya, dishahihkan oleh Syaik al Albani).

Wallahu A'lam. (3.418).

 

BERWUDHU SATU ADAB YANG DIANJURKAN SEBELUM TIDUR

 

BERWUDHU SATU ADAB YANG DIANJURKAN  SEBELUM TIDUR

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Tidur adalah perkara mubah dalam syariat Islam. Dengan tidur yang nyaman terutama di malam hari orang orang bisa beristirahat sehingga mampu untuk melanjutkan kegiatan dunia maupun akhiratnya. Allah Ta’ala berfirman :  

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا

Dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat. (Q.S an Naba’ 9)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Oleh sebab itu apabila engkau lelah kemudian segera beristirahat dan tidur maka tubuh akan kembali segar. Ini termasuk salah satu tanda kebesaran Allah Ta’ala. (Tafsir Juz ‘Amma).

Syaikh Abdul Aziz as Syayyid  Nada dalam Kitab Ensiklopedi Adab Islam menjelaskan 37 macam adab tidur sesuai sunnah.  Satu diantara adab yang dianjurkan sebelum tidur adalah berwudhu seperti wudhu untuk shalat. Dalam perkara ini Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda : 

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ ،

Jika engkau mendatangi pembaringanmu, maka berwudhu’lah seperti engkau hendak mengerjakan shalat .… (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Ketahuilah bahwa paling tidak dalam perkara berwudhu sebelum tidur ada dua keutamaan, yaitu :

Pertama : Sebagai penghapus dosa

Sungguh, berwudhu’ bukanlah sekedar mensucikan diri dari hadats Ternyata wudhu’ dapat menghapus berbagai kesalahan.

 عنْ أبي هريرة  أنَّ رسولَ اللَّه ﷺ قَالَ: إذَا تَوضَّأَ الْعبْدُ الْمُسْلِم، أَو الْمُؤْمِنُ فغَسلَ وجْههُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خطِيئةٍ نظر إِلَيْهَا بعينهِ مَعَ الْماءِ، أوْ مَعَ آخِر قَطْرِ الْماءِ، فَإِذَا غَسَل يديهِ خَرج مِنْ يديْهِ كُلُّ خَطِيْئَةٍ كانَ بطشتْهَا يداهُ مَعَ الْمَاءِ أَو مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْماءِ، فَإِذَا غسلَ رِجليْهِ خَرجَتْ كُلُّ خَطِيْئَةٍ مشَتْها رِجْلاُه مَعَ الْماءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ حَتَّى يخْرُج نقِياً مِنَ الذُّنُوبِ .

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam beliau bersabda  : Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu : Lalu ia membasuh wajahnya, niscaya keluarlah dari wajahnya setiap kesalahan dari pandangannya dengan kedua belah matanya bersama air atau  tetes terakhir dari air tersebut.

Apabila ia membasuh kedua tangannya, niscaya keluarlah semua kesalahan yang telah dilakukan oleh kedua tangannya bersama air atau   tetes air terakhir.

Apabila ia membasuh kedua kakinya, niscaya akan keluarlah setiap kesalahan yang dijalani oleh kedua kakinya bersama air atau bersama tetes air yang terakhir. Sehingga ia keluar dalam kondisi bersih dari  dosa. (H.R Imam Muslim).

Kedua : Tidur dalam keadaan suci mendapat doa dari Malaikat. Perkara ini, telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam   : 

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا، بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلَانٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا

Barangsiapa  tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa : Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci. (H.R Ibnu Hibban). 

Ketahuilah bahwa malaikat adalah makhluk yang sangat patuh dan taat kepada perintah Allah Ta'ala.Oleh karena itu  doa malaikat lebih mudah dijabah.

Sungguh, dari penjelasan diatas dapatlah diketahui bahwa berwudhu sebelum tidur paling tidak mendapat dua keutamaan. Selain itu, ketahuilah wahai  saudaraku !, ketika seorang hamba menghidupkan sunnah Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam  maka  dia sangat beruntung karena telah menunjukkan kecintaannya kepada beliau.

Ketahuilah bahwa Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam telah mengabarkan tentang keutamaan yang akan mendatangi  orang yang mencintai beliau   yaitu AKAN BERSAMA BELIAU DI SURGA  :

 من أحيا سنتي فقد أحبني ومن أحبني كان معي في الجنة .

Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku maka dia telah mencintaiku. Barangsiapa mencintaiku maka dia akan bersamaku di surga. (H.R at Tirmidzi).

Wallahu A'lam. (3.417) 

 

 

 

 

 

Minggu, 17 November 2024

HARUS DIJAGA AGAR SIFAT TAKWA SELALU ADA DALAM DIRI

 

HARUS DIJAGA AGAR SIFAT TAKWA SELALU ADA DALAM DIRI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Kenapa takwa harus menjadi target paling utama bagi orang beriman ?, karena hari esok atau hari akhirat itu memiliki tempat yang paling diidamkan oleh orang beriman yaitu surga. Dan ketahuilah bahwa surga itu hanya disediakan untuk orang yang bertakwa tidak untuk yang selainnya.

Sungguh, Allah Ta'ala menyuruh hamba hamba-Nya untuk berbekal dengan bekal terbaik, yaitu sebagaimana firman-Nya : 

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

Dan bawalah bekal, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang orang yang berakal sehat. (Q.S al Baqarah 197).

Lalu apa makna takwa. ? Adapun makna takwa dalam pengertian bahasa berarti batasan atau penghalang yang mencegah seseorang dari hal yang ditakutinya. Jadi takwa kepada Allah bermakna membuat penghalang antara diri pribadi dengan siksa-Nya. Untuk memperoleh takwa itu maka seorang hamba haruslah mentaati perintah dan larangan Rabb-nya. (Tahdzibul Atsar, Imam ath Thabari).

Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad berkata : Makna takwa dalam syariat adalah seseorang melindungi dirinya dari murka Allah. Yaitu dengan : (1) Menjalankan perintah dan menjauhi larangan. (2) Membenarkan semua berita dari Allah. (3) Beribadah kepada Allah sesuai dengan yang disyariatkan-Nya, bukan dengan cara yang mengada ada dan muhdats. (Syarah Hadits Arba’in an Nawawiyah).

Selanjutnya, ketika sifat atau predikat takwa telah ada dalam  seorang hamba  maka usaha berikutnya adalah MENJAGA ATAU MEMELIHARANYA SAMPAI AKHIR HAYAT. Sungguh dalam perkara ini ada beberapa jalan atau cara, diantaranya adalah :

Pertama : Selalu merasa diawasi Allah Ta’ala.

Sungguh kita sakksikan banyak orang yang melalaikan kewajibannya terhadap hak hak Allah atas dirinya utama sekali karena merasa Allah tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Pada hal sungguh Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang Mahaluas, mengetahui segala sesuatu yang mereka lakukan. Allah Ta'ala berfirman :

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“... Dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S. al Hadid:4)

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Maksudnya adalah Allah senantiasa menyaksikan kalian dan menyaksikan amal kalian. Bagaimanapun keadaan kalian dan dimana saja kalian berada didaratan atau dilautan, siang ataupun malam dirumah ataupun dipadang pasir. Semua itu berada dalam pengetahuan, pengawasan dan pendengaran-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Seorang yang merasa yakin selalu dilihat dan diawasi Rabb-nya, tentu akan  selalu mendorongnya untuk terus bertakwa baik dalam keramaian dan juga dalam kesendirian.

Kedua : Belajar ilmu syar’i dan mengamalkannya.

Bahwa salah satu makna takwa secara istilah adalah sebagaimana dikatakan Ibnu Mas’ud  : Hendaklah Allah ditaati tidak dimaksiati, diingat tidak dilupakan, disyukuri tidak diingkari.

Ketahuilah bahwa tidaklah seorang hamba : (1) Bisa mentaati Allah secara benar kecuali dengan ilmu. (2) Bisa mengingat Allah secara benar kecuali dengan ilmu. (3) Bisa mensyukuri nikmat Allah secara benar kecuali dengan ilmu.

Sufyan ats Tsauri  berkata : Bahwa sungguh ilmu dipelajari untuk dijadikan sarana bertakwa kepada Allah.

Ketahuilah bahwa ilmu yang benar di dapat dengan belajar. Dan belajar adalah kewajiban setiap muslim. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam  bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

 Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. (H.R Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Ketiga : Terus menerus melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah

Ini adalah aplikasi dari takwa. Tidaklah dikatakan bertakwa jika menyelisihi perintah Allah dan mengabaikan larangannya. Allah berfirman:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasulnya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepadanya, maka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. an Nur 52).

Keempat : Bergaul dengan orang orang yang selalu menjaga ketakwaan.

Termasuk cara yang sangat dianjurkan dalam menjaga ketakwaan adalah berteman dengan orang orang yang selalu menjaga ketakwaan.

Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

Seseorang sesuai dengan agama teman akrabnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman akrabnya. (H.R Abu Daud dan at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Kelima : Selalu berdoa agar diberi sifat takwa.

Salah satu jalan untuk meraih ketakwaan adalah dengan banyak berdoa kepada Allah Ta'ala. Diantara doa yang diajarkan Rasulullah Salallahu ‘alahi Wasallam adalah :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Ya Allah sesungguhnya aku memohon engkau agar diberi petunjuk, ketakwaan, kesucian diri dan kecukupan (H.R Imam Muslim)

Wallahu A'lam. (3.416)