Minggu, 27 April 2025

APA PENYEBAB SESEORANG MUDAH MARAH

 

APA PENYEBAB SESEORANG MUDAH MARAH

 Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Setiap manusia yang merasa terganggu biasanya punya potensi untuk marah, karena sifat marah itu memang ada dalam diri manusia. Tinggal sekarang kita menghitung sifat marah kita ada  pada tingkat atau strata berapa. Dan  pertanyaan berikutnya adalah bisa terkendali atau tidak ?.

Sungguh Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam memberi  wasiat dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah : 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : لَا تَغْضَبْ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu  bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Berilah aku wasiat. Beliau menjawab, Engkau jangan marah !. Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Engkau jangan marah !. (H.R  Imam Bukhari].

Syaikh Abdurrahman as Sa’di berkata : Bahwa jangan marah, mengandung dua makna : 

(1) Melatih diri untuk meredam emosi, berhias dengan akhlak mulia, sabar menghadapi gangguan dan provokasi orang lain. Bukan (maknanya) marah itu sendiri karena marah itu sulit untuk dihindarkan.

(2) Tidak melampiaskan konsekwensi marah seperti mencela, bertengkar, merusak bahkan sampai mentalak istri. Namun (jika terpicu untuk marah) dia bisa meredam dan mengendalikan marahnya agar tidak melampaui batas. (Bahjah Qulubil Abrar). 

Sungguh, terkadang kita  melihat ada saudara saudara kita YANG MUDAH MARAH atau sulit mengendalikan marah. Ketahuilah bahwa diantara penyebabnya adalah :

Pertama : Karena sering berbuat doa dan maksiat.

Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa maksiat membuat hati menjadi panas dan panasnya hati membuat seseorang mudah terpicu untuk marah. Ketahuilah bahwa seseorang banyak berbuat maksiat lebih mudah marah dibanding yang selainnya.

Kedua : Karena lalai berdzikir.

Ketahuilah bahwa salah satu pintu masuk syaithan kedalam diri manusia adalah karena lalai berdzikir. Imam Ibnul Qayiim menyebutkan tiga pintu masuk syaithan kedalam diri manusia ada tiga. Satu diantaranya  adalah : Lalai berdzikir, karena orang yang berdzikir (seolah olah) berada dalam benteng.

Ketika dia lalai (dari berdzikir) maka pintu benteng itu terbuka. Lalu musuh pun akan memasukinya dan orang ini akan kesulitan untuk mengeluarkan musuh (syaithan) yang telah masuk.

Sungguh Allah Ta'ala telah mengingatkan bahwa dengan banyak bedzikir hati menjadi tenang yaitu sebagaimana firman-Nya :

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(Yaitu) orang orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, Ketahuilah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (Q.S ar Ra’du 28).

Selain itu ketahuilah bahwa ketika seseorang mengetahui keutamaan yang akan diperoleh dengan MENJAUH DARI SIFAT MARAH maka marahnya terhalang. Dan  diantara kebaikan yang akan mendatangi orang yang tidak suka marah adalah mendapat surga, sebagaimana Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

Jangan kamu marah, maka bagimu surga. (H.R ath Thabrani).

Wallahu A'lam. (3.551).



MALAS MEMBACA AL QUR AN TERMASUK MUSIBAH

 

MALAS MEMBACA AL QUR AN TERMASUK MUSIBAH

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Termasuk kewajiban paling utama seorang hamba terhadap al Qur an adalah : (1). Mempelajari cara membacanya dan selalu membacanya. (2) Mempelajari makna dan berusaha memahaminya. (3) Mengamalkan perintah dan berhenti dari  larangannya. (4) Berusaha menghafalnya sesuai kemampuan dan kebutuhan.

Sungguh al Qur an adalah petunjuk  Allah Ta'ala kepada orang bertakwa sebagaimana firman-Nya :

ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Kitab (al Qur an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang orang yang bertakwa.   (Q.S al Baqarah 2).

Selain itu, setiap detik dari  kehidupan kita membutuhkan petunjuk dan untuk itu minimal 17 kali minta memohon dalam shalat dan juga dalam doa doa kita.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang orang yang telah  ENGKAU BERI NIKMAT KEPADANYA. Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.  (Q.S al Fatihah 6-7).

Jika petunjuk dibaikan maka itu musibah. Bahkan bisa jadi musibah besar dan paling besar. Bukankan orang tidak mendapat petunjuk maka  hidupnya akan tersesat bahkan sengsara bukan di dunia saja tapi terlebih sangat sengsara di akhirat kelak.

Oleh karena itu, hamba hamba Allah hendaklah terus menerus berusaha  mengambil manfaat dari al Qur an, diantaranya adalah bahwa sungguh al Qur an adalah CAHAYA yang dengannya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya yaitu sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya : 

وَلَٰكِن جَعَلْنَٰهُ نُورًا نَّهْدِى بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ

Tetapi Kami jadikan AL QUR AN ITU CAHAYA, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba hamba Kami. (Q.S asy Syura 52)

Sungguh , Rasululah Salallahu 'alaihi Wasallam menyebutkan tentang  keutamaan membaca al Qur an diantaranya adalah  MENDATANGKAN CAHAYA BAGI YANG MEMBACANYA. Beliau bersabda :

عَلَيكَ بِتِلَاوَةِ القُرآنِ فإنَّهُ نُورٌلَكَ في الأرضِ وَذُخرٌلَكَ في السَّمَاءِ 

Hendaklah engkau MEMBACA AL QUR AN, sesungguhnya ia adalah CAHAYA BAGIMU di bumi dan simpanan bagimu di langit. (Shahih at Targhib, hadits Hasan).

Oleh sebab itu hamba hamba Allah hendaklah tetap membaca, mempelajari, mengamalkan bahkan mengajarkan sesuai kemampuan dan kesempatan.

Wallahu A'lam. (3.550)

 

 

Jumat, 25 April 2025

ADAKAH TANDA AMAL IBADAH SEORANG HAMBA DITERIMA ALLAH ?

 

ADAKAH TANDA AMAL IBADAH SEORANG HAMBA DITERIMA ALLAH ?

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, setiap hamba yang melakukan amal shalih selalu berusaha melakukannya dengan (1)  IKHLAS KEPADA ALLAH DAN (2) ITTIBA' ATAU MENGIKUTI CARA ATAU CONTOH YANG DIAJARKAN RASULULLAH SALALLAHU 'ALAIHI WASALLAM karena dua perkara inilah syarat diterimanya amal ibadah seorang hamba.

Namun demikian, tidaklah seorangpun yang mau atau berani  mengatakan bahwa amal shalih yang dilakukannya diterima Allah Ta'ala. Oleh karena itu hamba hamba Allah selalu berdoa agar amal diterima :  

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً، وَرِزْقاً طَيِّباً، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu as-Sunni)

Tetapi ketika seseorang telah berusaha melakukan amal ibadah sesuai petunjuk syariat maka dianjurkan untuk berbaik sangka kepada Allah Ta'ala. Allah Ta'ala telah menjelaskan perkara ini dalam satu hadits qudsi :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى

Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku. (Muttafaqun ‘alaih).

Tentang makna hadits ini, al Qadhi Iyadh berkata : Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya adalah Allah akan memberi ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba bertaubat.

Allah akan mengabulkan doa jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba meminta kecukupan. Ulama lainnya berkata maknanya adalah berharap pada Allah dan meminta ampunannya (Syarh Shahih Muslim).

Ibnu Mas’ud berkata: Demi Dzat yang tidak ada sesembahan selain-Nya tidaklah seseorang diberi pemberian yang paling baik daripada prasangka baiknya kepada Allah. Demi Dzat yang tidak ada sesembahan  selain-Nya. Tidaklah seorang hamba berbaik sangka kepada Allah melainkan Allah akan memberikan apa yang menjadi prasangkanya. Hal itu karena kebaikan ada ditangan Allah (Kitab Husni azh Zhan, Ibnu  Abi Dun-ya).

Selain itu ketahuilah bahwa Syaikh Shalih al Fauzan berkata : Prasangka yang baik kepada Allah seharusnya disertai meninggalkan kemaksiatan. Kalau tidak,maka itu termasuk sikap merasa aman dari azab Allah. Jadi,  prasangka baik kepada Allah harus disertai dengan melakukan sebab datangnya kebaikan dan sebab meninggalkan kejelekan, itulah pengharapan yang terpuji.

Sedangkan prasangka baik kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan melakukan yang diharamkan, maka itu adalah pengharapan yang tercela. Ini termasuk sifat merasa aman dari murka Allah. (Al Muntaqa min Fatawa Syaikh al Fauzan).

Namun demikian ada ulama atau orang orang berilmu yang menjelaskan tentang TANDA TANDA AMAL SESEORANG DITERIMA. Imam Ibnu Rajab al Hambali mengatakan : Sesungguhnya  jika Allah Ta’ala  MENERIMA AMAL IBADAH SEORANG HAMBA  maka Dia akan memberi taufik kepada hamba-Nya tersebut UNTUK BERAMAL SHALIH SETELAHNYA.   

Sebagaimana ucapan salah seorang dari mereka, yaitu ulama salaf : Ganjaran perbuatan baik adalah (taufik dari Allah  Ta’ala untuk melakukan) perbuatan baik setelahnya. Maka barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan, lalu dia mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, maka itu merupakan pertanda diterimanya amal kebaikannya yang pertama.

Sebagaimana, barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan, lalu dia  mengerjakan perbuatan buruk setelahnya, maka itu merupakan pertanda tertolak dan tidak diterimanya amal kebaikan tersebut. (Latha’if Ma’aarif).

Wallahu A'lam. (3.549)

Rabu, 23 April 2025

PEKERJAAN DAN JABATAN JANGAN MELALAIKAN DIRI BERIBADAH

 

PEKERJAAN DAN JABATAN JANGAN MELALAIKAN DIRI BERIBADAH

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, kita mengetahui bahwa tujuan penciptaan semua manusia termasuk diri kita adalah hanya untuk menyembah, mengabdi dan beribadah kepada Allah Ta'ala. Allah Ta'ala menjelaskan perkara ini dalam firman-Nya :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Aku tidak menjadikan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzariyat 56).

Syaikh as Sa'di berkata : Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus semua rasul untuk menyeru kepada tujuan tersebut. Tujuan tersebut adalah menyembah Allah yang mencakup berilmu tentang Allah, mencintai-Nya, kembali kepada-Nya, menghadap kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.

Semua tujuan itu tergantung pada ilmu tentang Allah, sebab kesempurnaan ibadah itu tergantung pada ilmu dan ma’rifatullah. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Ketahuilah bahwa untuk bisa beribadah maka Allah Ta'ala memberi nikmat SEBAGAI SARANA UNTUK BERIBADAH. Diantaranya diberi rizki. Dengan rizki dari usaha atau bisnis, dari pekerjaan, jabatan, pangkat dan yang lainnya adalah jalan untuk penopang diri kita bisa beribadah, diantaranya :

(1) Bisa membeli makanan yang bergizi sehingga mendatangkan kesehatan dan mampu beribadah secara kontinyu.

(2) Bisa membeli pakaian yang pantas dan baik sehingga bisa ke masjid dengan pakaian rapih.

(3) Bisa saling menopang dalam hidup dengan nikmat diberi pasangan sebagai suami istri.

(4) Bisa melakukan ibadah haji dan umrah serta berzakat,  berinfak dan sedekah  dengan rizki dengan nikmat rizki.

Dari uraian diatas kita bisa mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya  adalah :

(1) Tujuan kita diciptakan oleh Allah Ta'ala TIADA LAIN adalah untuk menyembah, mengabdi dan beribadah kepada-Nya.

(2) Kita memiliki usaha atau bisnis, pekerjaan, pangkat dan jabatan  BUKANLAH SEBAGAI TUJUAN KITA DICIPTAKAN tetapi sebagai sarana untuk bisa beribadah.

Oleh karena itu SUNGGUH KELIRU jika usaha atau bisnis kita, pekerjaan kita, pangkat dan jabatan kita MEMBUAT KITA LALAI ATAU LUPA DARI TUJUAN UTAMA PENCIPTAAN KITA. Di zaman ini agak sering kita saksikan bahwa ketika seseorang sibuk dengan usaha, pekerjaan pangkat jabatan maka lalai untuk beribadah.

Diantara contohnya adalah ketika adzan atau panggilan shalat fardhu telah terdengar maka semua kegiatan untuk mencari sarana dalam beribadah seperti usaha atau pekerjaan dan tugas jabatan   WAJIB UNTUK SEGERA DITINGGALKAN kecuali dalam keadaan darurat.

Sekali kali, hamba hamba Allah JANGAN PERNAH LUPA TERHADAP TUJUAN PENCIPTAAN YAITU MENGABDI, MENYEMBAH DAN BERIBADAH kepada-Nya sesuai dengan yang disyariat.        

Wallahu A'lam. (3.548).

 

 

 

Selasa, 22 April 2025

JANGAN SIBUK DENGAN PERKARA YANG TIDAK BERMANFAAT

 

JANGAN SIBUK DENGAN PERKARA YANG TIDAK BERMANFAAT

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, setiap hamba yang ingin menjadi baik dalam agamanya maka hendaklah tidak menyibukkan diri dengan perkara perkara yang tidak bermanfaat baginya. Rasulullah Salallahu 'alahi Wasallam telah mengingatkan dalam sabda beliau :

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat. (H.R at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Imam Ibnu Rajab antara lain menjelaskan : Maksud hadits ini, salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan apapun yang tak perlu baginya baik itu berupa perkataan maupun perbuatan. Ia hanya berkata dan berbuat apa yang perlu baginya. Keperluan yang dimaksud adalah perkara yang ia butuhkan sehingga ia mencari dan mengharapkannya (Jami’ul ulum wal Hikam).  

Selanjutnya Imam  Ibnu Rajab berkata : Para ulama salaf sangat memuji orang diam yang ingin meninggalkan keburukan dan perkara yang tidak perlu baginya. Mereka selalu membina dan memperjuangkan diri untuk diam dari hal-hal yang tidak perlu bagi mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Orang yang menyibukkan dirinya dengan perkara yang tidak berguna baginya (perkataan dan perbuatan, peny.), maka kualitas keislamannya tidak baik.

Dan hal ini nampak pada sebagian besar manusia, dimana anda dapati mereka banyak mengatakan sesuatu yang tidak berguna atau menanyakan sesuatu yang tidak bermanfaat kepada orang lain. Semua ini menunjukkan lemahnya kualitas keislaman mereka. (Syarah Hadits Arba’in an Nawawiyah).

Kesimpulannya adalah berpikirlah sebelum berbicara sehingga tidak mendatangkan penyesalan. Imam Hasan al Bashri mengingatkan  : Mereka berkata bahwa lidah orang bijak ada dibelakang hatinya. Ketika ingin berbicara ia memikirkan dulu di hatinya. Jika perkataaan itu baik ia mengucapkannya dan jika tidak maka ia menahan lidahnya.

Adapun orang bodoh, hatinya diujung lidahnya dimana lidahnya tidak kembali kehatinya. Apa yang ada diujung lidahnya dia ucapkan semuanya.

Ketahuilah bahwa diantara penyebab manusia banyak bicara adalah karena mereka selalu membicarakan semua yang dia dengar dan yang dia lihat. Akhirnya bisa jatuh kepada kebohongan padahal berbohong adalah salah satu dosa besar. (Lihat al Kaba-ir, Imam adz Dzahabi)

Oleh karena hamba hamba Allah yang baik keislamannya ditandai antara lain dengan selalu berkata dan berbuat sesuatu yang bermanfaat. Begitulah tuntunan dalam syariat.

Wallahu A'lam. (3.547)

Senin, 21 April 2025

PERBUATAN MAKSIAT JUGA MENDATANGKAN AKIBAT BURUK DI DUNIA

 

PERBUATAN MAKSIAT JUGA MENDATANGKAN AKIBAT BURUK DI DUNIA

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketahuilah bahwa  para pelaku maksiat akan mendapat adzab bukan hanya di alam kubur dan di negeri akhirat tetapi juga di dunia. Perhatikanlah bahwa orang bermaksiat itu di dunia akan mendapati tiga keadaan dalam hidupnya sebagai balasan  kemaksiatan dan kelakuan buruknya.

Pertama : Orang orang yang  bermaksiat TAK MUNGKIN MENDAPAT KETENANGAN HATI dan selalu merasa cemas dan ketakutan. Lalu apa arti kehidupan jika selalu dirundung kegelisahan.

Kedua : Orang yang bermaksiat bisa jadi akan mendapat adzab di dunia sebagaimana orang orang terdahulu yang bermaksiat lalu Allah turunkan berbagai musibah berupa adzab buat mereka di dunia.

Ketiga : Orang yang bermaksiat tetapi secara zhahir kehidupannya kelihatan semakin baik. Inilah yang disebut dengan istidraj. Allah Ta’ala berfirman:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

 

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al-An’am: 44)

 

Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa Rasulullah bersabda :  “Jika ada orang yang berbuat dosa tetapi mendapat kesenangan dan tidak mendapat adzab dari Allah maka bisa jadi itu adalah istidraj. Kesenangan tersebut hanyalah kesenangan sesaat di dunia yang akan dibalas  dengan adzab oleh Allah baik segera di dunia atau di akhirat.” (H.R Imam Ahmad dan ath Thabrani, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Keempat : Orang yang bermaksiat terhalang atau dilalaikan beribadah. Inilah seburuk buruk balasan baginya. Lalu datang pertanyaan :  Apakah ada adzab yang lebih besar kepada seseorang ketika dia LALAI MELAKUKAN IBADAH baik yang fardhu dan yang sunnah ?. Na’udzubillahi min dzaalik.

Oleh sebab itu seorang hamba haruslah menjaga diri dari perbuatan maksiat sekecil apapun karena mereka pasti  akan mendapat balasannya di dunia dan di alam kubur dan di akhirat.

Selain itu, perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini :

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.

Allah Ta’ala berfirman :

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. (Q.S al Zalzalah 7-8).

Wallahu A'lam. (3.546)

Minggu, 20 April 2025

RAJIN IBADAH TETAPI KESULITAN TERASA DATANG TERUS

 

RAJIN IBADAH TETAPI KESULITAN TERASA DATANG TERUS

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Di zaman ini ada sebagian saudara saudara kita sesama muslim terkadang mengeluhkan keadaan mereka. Mereka berkata : Saya sudah rajin shalat, rajin puasa, rajin dzikir, rajin baca al Qur an, tetapi kesulitan dan masalah selalu datang kepada saya.

Ketahuilah saudaraku, bahwa ibadah yang kita lakukan adalah kewajiban setiap hamba sebagaimana firman-Nya :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Aku tidak menjadikan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzariyat 56).

Dan juga Allah Ta’ala menjelaskan bahwa beribadah haruslah terus menerus sampai datang ajal. Allah Ta'ala berfirman :  

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Rabbmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu. (Q.S al Hijr 99).

Sungguh, Allah Ta'ala akan membalas ibadah  atau amal shalih yang kita lakukan dengan balasan yang jauh lebih baik di akhirat kelak. Allah Ta'ala berfiman :

مَنۡ جَآءَ بِالۡحَسَنَةِ فَلَهٗ خَيۡرٌ مِّنۡهَا​ ۚ

Barang siapa datang dengan (membawa) kebaikan maka dia mendapat (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu. (Q.S al Qashash 84).

Selain itu, ketahuilah bahwa terkait dengan KESULITAN, KESUSAHAN BAHKAN MUSIBAH maka  ini akan senantiasa mendatangi orang orang beriman dalam berbagai keadaan. Ini semua termasuk ujian dalam keimanan, sebagaimana firman Allah Ta'ala :


أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, KAMI TELAH BERIMAN DAN MEREKA TIDAK DIUJI ?. Dan sungguh Kami telah menguji orang orang sebelum mereka maka Allah pasti mengetahui orang orang yang benar dan pasti mengetahui orang orang yang berdusta. (Q.S al Ankabut 2-3).

Ketahuilah bahwa para Nabi dan Rasul sering   mendapat musibah berupa ujian dan cobaan. Bahkan  ujian dan cobaannya lebih berat dari yang dialami umatnya. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: «الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ البَلَاءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

 Dari Mus’ab dari Sa’ad dari bapaknya, aku berkata : Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya ?. Kata beliau: Para Nabi, kemudian yang semisal mereka dan yang semisal mereka. Dan seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (keimanannya). Apabila diennya kokoh, maka berat pula ujian yang dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar diennya.

Dan seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi ujian hingga dia dilepaskan berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa. (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Dalam hal ini kita bisa mengambil kesimpulan bahkan  banyak pelajaran, diantaranya adalah bahwa :

(1). Bahwa kewajiban ita paling utama adalah beribadah, menyembah dan mengabdi kepada Allah Ta'ala. Ibadah haruslah dilakukan sampai kita diwafatkan.

(2) Bahwa ibadah atau amal shalih yang kita lakukan akan dibalas di akhirat kelak dengan balasan yang lebih baik.

(3) Bahwa ujian berupa kesulitan bahkan berbagai musibah adalah dengan tujuan untuk menguji iman seorang hamba. Dengan ujian berupa kesulitan ataupun musibah  maka seorang hamba akan dilepas berjalan di muka bumi dalam keadaan dosanya telah dihapuskan.

(4) Bahwa seorang hamba akan diuji sesuai dengan tingkat keimanannya atau dengan kata lain bahwa ujian atau musibah yang akan menimpa seseorang tidak melebihi kemampuannya untuk memikulnya.

(5) Bahwa semua ujian berupa kesuliatan ataupun musibah adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah Ta'ala, yaitu sebagaimana firman-Nya : 

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Katakanlah (Muhammad). Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah bertawakallah orang orang yang beriman. (Q.S at Taubah 51).

Selain itu ketahuilah bahwa ketetapan Allah Ta’ala adalah yang terbaik bagi makhluk-Nya. Perhatikanlah firman Allah : 

وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, pada hal itu  baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu pada hal itu tidak baik bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al Baqarah 216).

Wallahu A'lam. (3.545)

BERTAUBAT HARUS SEKARANG BUKAN BESOK ATAU LUSA

 

BERTAUBAT HARUS SEKARANG BUKAN BESOK ATAU LUSA

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Manusia adalah makhluk yang lemah sehingga mudah tergelincir kepada dosa dan maksiat. Paling tidak ada dua perkara yang menjadi pemicu manusia berbuat dosa dan maksiat, yaitu :

Pertama : Hawa nafsu yang ada dalam dirinya.

Manusia memiliki hawa nafsu dan hawa nafsu itu cenderung kepada keburukan. Alah Ta’ala berfirman :  

وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِالسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ

(Yusuf berkata) Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S Yusuf 53).

Kedua : Syaithan yang berusaha menyesatkan dari jalan yang lurus.  Allah Ta’ala berfirman :  

وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا

Dan syaithan itu bermaksud menyesatkan mereka (manusia, dengan) kesesatan yang sejauh jauhnya. (Q.S an Nisa’ 60).

Sungguh, Allah Ta'ala telah memerintahkan hamba hamba-Nya untuk bertaubat. Allah Ta'ala berfirman :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang orang yang beriman, agar kamu beruntung. (Q.S an Nur 31).

Tentang taubat juga disebut dalam satu hadits sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam :  

كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat (H.R at Tirmidzi).

Nah, ketika seseorang tergelincir kepada dosa dan maksiat maka YANG HARUS DIKEDEPANKAN ADALAH SEGERA BERTAUBAT.  Bertaubat sekarang juga tidak menunggu besok atau lusa apalagi mau  menunggu bertaubat setelah  pensiun. Sungguh, tidak ada yang menjamin kita bisa  hidup sampai besok atau lusa apalagi bisa hidup sampai tua atau  pensiun.

Selain itu ketahuilah jika kita ditakdirkan Allah Ta'ala kita bisa hidup sampai besok, lusa atau sampai pensiun maka sungguh tidak ada jaminan bahwa KITA BISA BERTAUBAT pada waktu yang kita rencanakan itu.     

Sungguh, tentang makna dan cara bertaubat disebutkan oleh : Prof. Dr Shalih Ghanim as Sadlan menjelaskan : Secara syar’i  taubat adalah meninggalkan dosa karena takut kepada Allah, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya dan terus memperbaiki apa yang bisa diperbaiki dari amalnya.

Dr Shalih menjelaskan lebih lanjut bahwa hakikat taubat adalah perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi. Lalu mengarahkan hati kepada Allah Ta’ala pada sisa usianya serta (selanjutnya) menahan diri dari dosa. Berbuat dosa. Melakukan amal shalih dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat. 

Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabb-nya, inabah yaitu kembali kepada Allah Ta’ala dan konsisten menjalankan ketaatan. Jadi, sekedar meninggalkan perbuatan dosa namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai Allah Ta’ala maka itu belum dianggap bertaubat. (Kitab At Taubatu Ilallah).

 

Wallahu A'lam. (3.544)