TIDAK
DIANJURKAN BERDOA MEMINTA KEMATIAN
Disusun oleh :
Azwir B. Chaniago
Ketika berbagai keadaan yang
tidak menyenangkan mendatangi seseorang seperti sakit yang berkepanjangan,
kemiskinan yang amat sangat dan yang
lainnya maka terkadang timbul keinginan
untuk berdoa meminta kematian.
Ketahuilah bahwa ketika
seseorang meminta kematiannya disegerakan tersebab berbagai musibah berupa
ujian berat terhadap dirinya maka dalam hal ini paling tidak ada dua perkara
yang tercela : (1) Tidak mampu bersabar. (2) Tidak mau menerima takdir yang telah ditetapkan Allah bagi
dirinya.
Oleh karena itu bersabarlah
dan terimalah takdir atau ketetapan Allah Ta'ala. Sungguh doa mengharap
kematian DILARANG OLEH RASULULLAH SALALLAHU 'ALAIHI WASALLAM SEBAGAIMANA SABDA
BELIAU :
وَلاَ
يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ: إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ
خَيْرًا، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ
Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian.
Jika dia orang baik, semoga saja bisa menambah amal kebaikannya. Dan jika dia
orang yang buruk (akhlaknya), semoga bisa menjadikannya bertaubat. (H.R Imam
Bukhari).
Dan juga satu hadits dari Anas bin Malik, Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :
لاَ
يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمُ المَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لاَ
بُدَّ مُتَمَنِّيًا لِلْمَوْتِ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ
الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي
Janganlah salah seorang kamu menginginkan kematian disebabkan dia tertimpa bencana. Andaipun ia tetap berkeinginan maka hendaklah ia mengucapkan : Ya Allah, hidupkanlah aku andai kehidupan itu baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku. (H.R Imam Muslim).
Syaikh as Sa’di, menjelaskan hadits dari Anas bin Malik : Ini adalah larangan terhadap keinginan seseorang untuk mati disebabkan tertimpa bencana seperti penyakit, kemiskinan, rasa takut, terjerumus dalam kesulitan dan yang lainnya, karena dalam keinginan untuk mati itu terkandung beberapa keburukan, diantaranya adalah :
Pertama : Ia telah mengizinkan sikap marah dan keluh kesah menguasai dirinya. Padahal ia diperintahkan untuk bersabar dan melaksanakan segala kewajibannya. Sebagaimana telah diketahui bahwa dengan keinginan untuk mati itu ia telah menghapus sikap sabarnya.
Kedua : Menyebabkan lemahnya jiwa, menjadi malas dan jatuh ke dalam keputus asaan. Manusia dituntut untu melawan segala masalah ini bahkan ia mesti berusaha untuk menguasai segala permasalahannya sesuai dengan kemampuannya.
Ia mesti memiliki ketabahan hati dan semangat yang kuat untuk mengatasi segala hal yang sedang ia hadapi. Hal itu menuntut dua hal : (1) Kelembutan Illahi yang diberikan kepada orang yang melaksanakan segala sebab dan usaha yang diperintahkan (2) Usaha yang bermanfaat yang dapat menimbulkan ketabahan hati dan pengharapan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketiga : Keinginan untuk mati adalah sikap bodoh dan konyol. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian. Justru ia berpindah dari suatu kemudharatan menuju keburukan yang (bisa jadi) jauh lebih parah, seperti adzab dan siksa di alam kubur.
Keempat : Sesungguhnya kematian akan memutuskan segala perbuatan baik seorang hamba karena hanya dengan hiduplah ia dapat melakukan kebaikan. Sisa usia seorang mukmin tidak akan ada nilainya jika ia menginginkan terputusnya perbuatan baik, pada hal perbuatan baik yang sebesar biji sawi jauh lebih baik daripada dunia dan seisinya. Intinya adalah ia mesti sabar terhadap musibah yang menimpanya karena sesungguhnya Allah melimpahkan balasan yang tidak terhitung kepada orang orang yang sabar.
Oleh sebab itulah disebutkan pada akhir hadits dari Anas diatas : “Andaipun seorang itu tetap berkeinginan mengharapkan kematian maka hendaklah ia mengucapkan : Ya Allah, hidupkanlah aku andai kehidupan baik bagiku dan matikanlah aku jika kebaikan itu lebih baik untukku. Jadi seorang hamba melimpahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala yang mengetahui segala apa yang terbaik untuk hamba-Nya, sedangkan hamba itu tidak mengetahuinya.
Allah menginginkan suatu kebaikan untuk
hamba-Nya sedangkan hamba itu tidak menginginkannya. Sungguh Allah
Ta’ala bersikap Mahalembut dengan segala ujian dan cobaan-Nya sebagaimana Dia
Mahalembut dengan segala nikmat-Nya. (Bahjat Qulub al Abrar).
Wallahu A'lam. (3.565)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar