Rabu, 14 Januari 2015

CARA MENINGKATKAN NILAI IBADAH



 CARA MENINGKATKAN NILAI IBADAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh dengan kehendakNya, Allah telah menciptakan dan menempatkan manusia di muka bumi untuk satu tujuan saja yaitu beribadah atau mengabdi kepada-Nya. Tidak ada kegunaan lain. Allah berfirman : “Wamaa khalaqtul  jinna wal insa illaa liya’buduun”  Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku (Q.S adz Dzaariat 56).

Dalam menjalani kehidupan dimuka bumi, manusia memang memiliki berbagai keadaan dan posisi. Ada yang memiliki banyak harta ada yang sedikit harta. Ada yang berpangkat ada pula yang tidak berpangkat ataupun keadaan yang lainnya. Tapi ketahuilah bahwa semua keadaan dan posisi itu haruslah dalam rangka untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah.

Alhamdulillah, kita telah berusaha melakukan kewajiban kita untuk mengabdi   kepada Allah melalui ibadah fardhu dan ibadah ibadah sunnah. Namun demikian sangatlah penting bagi kita  untuk tidak lupa memeriksa, melakukan evaluasi atau muhasabah setiap saat terhadap ibadah ibadah yang telah kita lakukan. Barangkali masih ada yang kurang nilai atau kualitasnya. 

Evaluasi ini sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan nilai ibadah kita dari waktu waktu selama umur masih ada. Bukankah  kita sungguh sungguh ingin mempersembahkan ibadah  dan pengabdian terbaik kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Harapan kita semua adalah semakin baik ibadah kita maka akan semakin baik pula ganjaran yang akan kita peroleh.  
     
Allah berfirman : “Hal  jazaa-ul ihsani illal ihsaan” Tidak ada balasan kebaikan melainkan kebaikan (pula).  Q.S ar Rahman 60.

Sungguh, ada banyak  cara dan usaha yang bisa dilakukan untuk meningkatkan nilai ibadah seorang hamba disisi Allah, diantaranya adalah :

Pertama : Selalu menjaga dan meningkatkan keikhlasan.
Ketahuilah bahwa keikhlasan  merupakan landasan paling pokok dalam  melakukan amal ibadah, bahkan merupakan salah satu syarat sahnya  amalan seorang hamba. Sungguh keikhlasan seorang hamba dalam beribadah akan melipat gandakan pahala atau nilai ibadahnya.

Allah berfirman : “Wallahu yudha’ifu limaiyasyaa-u, wallahu waasi’un ‘aliim” Dan Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas dan Mahamengetahui. (Q.S al Baqarah 261).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa pelipat gandaan pahala ini adalah berdasarkan keikhlasannya dalam beramal.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang dari kalian memperbaiki keIslamannya maka dari setiap kebaikan akan ditulis baginya sepuluh (kebaikan) yang serupa hingga tujuh ratus tingkatan, dan setiap satu kejelekan yang dikerjakan akan ditulis satu kejelekan saja yang serupa dengannya". (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Imam Ibnu Rajab al Hambali berkata tentang hadits ini : Bahwa pelipat gandaan sampai sepuluh kali lipat pasti terjadi. Sedangkan tambahan yang lebih dari itu tergantung kepada kebaikan nilai Islam seseorang dan keikhlasan niatnya serta keutamaan amalan tersebut.

Kedua : Perhatian yang sungguh sungguh terhadap ittiba’
Makna ittiba’ adalah mengikuti. Dalam hal ini yang dimaksud dengan ittiba’ adalah mengikuti cara beragama (manhaj) Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam.
Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa salah satu syarat diterimanya ibadah  adalah ittiba’ yaitu mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam.
Allah berfirman : “Wamaa aataakumur rasuulu fa khudzuuhu, wamaa nahaakum ‘anhu fantahuu,wattaqullaha, innallaha syadiidul ‘iqaab”  Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya. (Q.S al Hasyr 7). 

Allah berfirman : “Qul inkuntum tuhibbunallaha fat tabi’unii, yuhbibkumullahu wa yaghfir lakum dzunuubakum, wallahu ghafuurur rahiim”.   Katakanlah (Muhammad), jika kamu (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa dosamu. Allah Mahapengampun, Mahapenyayang.  (Q.S Ali Imran 31).

Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini sebagai pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah Salallahu ‘alaihi   Wasallam, maka orang tersebut dusta dalam pengakuannya, sampai dia mengikuti syariat dan agama yang dibawa Rasulullah Salallahu a’alaihi Wasallam dalam semua ucapan dan perbuatannya.


Has
Rasulullah bersabda :“ Man ‘amila amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raddun”. Barang siapa  beramal yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalannya tertolak. (H.R Imam Muslim)

Andaikata seseorang melakukan suatu amalan yang tidak ada petunjuknya atau tidak dicontohkan atau tidak dilakukan oleh Rasulullah, lalu cara beramal siapa yang dia ikuti dan dia kerjakan. Lalu kepada siapa pula dia akan meminta ganjaran kebaikan atas amal ibadahnya itu.Jadi  janganlah seorang hamba melakukan suatu ibadah melainkan dengan apa yang telah  disyari’atkan Allah melalui Rasul-Nya.
 
Ketahuilah bahwa orang orang yang menyelisihi Rasulullah dalam beribadah, bukan saja tertolak amalnya, tapi Allah  memberi peringatan kepadanya. Allah berfirman : “Fal yahdzaril ladzina yukhaalifuuna ‘an amrihii an tushiibahum fitnatun au yushiibahum ‘adzabun aliim” Maka hendaklah orang orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (Q.S an Nuur 63)

Ketiga : Utamakan amalan wajib dan beri perhatian sangat khusus padanya.
Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi : “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang paling Aku cintai daripada kewajiban yang Aku bebankan kepadanya.  Dan senantiasa  (terus menerus, istiqamah) hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan amalan sunnah hingga Aku mencintainya” (H.R  Imam Bukhari).

Abu Bakar ash Shiddiq pernah berwasiat kepada Umar bin Khaththab : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima ibadah sunnah kecuali apabila amalan wajib telah ditunaikan.

Syakhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Oleh karena itu wajib bertaqarrub kepada Allah dengan amalan amalan yang fardhu  sebelum menjalankan amalan yang sunnah. Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan amalan yang sunnah terhitung sebagai ibadah jika amalan yang fardhu sudah dikerjakan. (Majmu’ al Fatawa). 

Keempat : Beramal secara terus menerus.
Allah Ta’ala telah memerintahkan agar kita beramal terus menerus sampai datang kematian. Allah berfirman : “Wa’bud rabbaka hattaa ya’tiyakal yaqiin” Dan sembahlah Rabbmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu. (Q.S al Hijr 99).

Sayikh as Sa’di berkata : Al yaqin yaitu sampai ajal tiba. Maksudnya, kontinyulah engkau (Muhammad) untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan segala macam ibadah disetiap waktu. Maka beliau mentaati perintah Rabb-nya dan senantiasa membiasakan  beribadah sampai datang al yaqin (ajal) dari Rabbnya. (Kitab Tafsir Karimur Rahman)   
     
Sungguh amalan yang sedikit tapi kontinyu, terus menerus dilakukan lebih utama daripada amalan yang banyak tapi terputus putus. Diantaranya contohnya adalah bahwa ada seseorang yang pada bulan Ramadhan sangat bersemangat membaca  bahkan mengkhatamkan al Qur an satu kali atau dua kali bahkan  lebih. Lalu setelah Ramadhan tidak lagi membiasakan diri membaca al Qur an.  Mungkin menunggu Ramadhan yang berikutnya. 
  
Dari Aisyah Radiallahu anha, bahwa Rasulullah bersabda : “Ahabbu a’mali ilallahi adwaamuhaa wa inqalla” Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu (terus menerus) dikerjakan walaupun sedikit. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk selalu meningkatkan nilai ibadah kita kepada-Nya.

Wallahu a’lam.  (183)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar